Kendari, Antara Sultra - Setiap daerah wajib memiliki Ruang Terbuka Hijau (RTH) minimal 25-30 persen sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penataan Ruang.
Salah satu fungsinya adalah harus memperluas areal hijau dengan penanaman pohon pelindung di berbagai kawasan.
Hal itu terungkap dan Advokasi dan Sosialisasi Penataan, Pengelolaan dan Pemanfaatan RTH yang responsif gender dan ramah anak di Provinsi Sulawesi Tenggara, Rabu.
Kegiatan tersebut diselenggaraka Kementererian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan RI, Cq Deputi Bidang Kesetaraan Gender yang dibuka Kadis Pemberdayaan Perempuan dan KB Provinsi Sultra, dr Zuhdin Kasim.
Hadir sebagai pemateri dalam sosialisasi itu di antaranya Asisten Diputi Bidang Kesetaraan Gender, Ratna Susianawati, mewakili Dinas PU dan Cipta Karya Sultra, pemerhati masalah tata ruang wilayah pusat Bintang Nugroho dan pakar gender Farida Hariani.
Dalam dialog dan sosialisasi itu, khusus di Kota Kendari bahwa kawasan yang disediakan sebagai kawasan RTH kurang lebih seluas 1.280 hektare, dan baru sekitar 300 hektare yang tertangani sehingga masih ada sekitar 800 hektare yang belum dikelola sesuai peruntukannya.
Di Sulawesi Tenggara, dari 17 kabupaten dan dua kota umumnya sudah memiliki peraturan daerah tentang RTH kecuali masih ada beberapa kabupaten otonomi baru yang kini masih dalam proses pembahasan perda terkait tata ruang wilayah yang di dalamnya adalah menyangkut penyediaan fasilitas RTH.
Kadis Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PP dan PA) Sultra, Zuhdin Kasim mengatakan dalam kegiatan advokasi dan sosialisasi itu, sebatas memfasilitasi dan pada akhirnya diharapkan akan meghasilkan gagasan baru terkait pentingnya RTH di satu wilayah.
Ia mengatakan, kebijakan nasional mengenai penyelenggaraan RTH adalah mutlak karena ada undang-undangnya, sehingga siapapun penyelenggaran daerah, baik di tingkat provinis, kabupaten kota dan Kecamatan/lurah sebelum membangun satu kawasan harus memikirkan ruang terbuka hujau sebagai tempat akan dibangun taman bermain anak.
Zuhdin Kasim mengatakan, membangun dan merancang sebuah RTH, bukan hanya tanggung jawab instansi teknis khususnya Dinas PU dan Cipta Karya, namun dibutuhkan dukungan semua pihak termasuk masyarakat yang ada dalam satu kelompok maupun komunitas tertentu yang banyak menyuarakan masalah kesetaraan gender dan perlindungan anak.
Rangkaian Advokasi dan sosialisasi RTH yang diikuti sekitar 100 orang dari berbagai instansi, lembaga profesi dan organisasi masyarakat, tokoh perempuan dan perwakilan dari forum anak dan pramuka, dengan acara sesi diskusi dengan harapan untuk menampung masukan dan aspirasi dari peserta.