Jakarta (ANTARA) - Badan Strategi Kebijakan Hukum dan Advokasi bakal menggelar program advokasi kebijakan guna mendorong seluruh kebijakan yang dibuat oleh pemerintah jadi lebih inklusif dan berkelanjutan di berbagai sektor.
“Kami percaya bahwa kebijakan yang efektif harus didasarkan pada bukti,” kata Kepala Badan Strategi Kebijakan Hukum Andry Indrady dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Sabtu.
Dalam acara yang digelar di Jakarta pada Kamis (19/12) itu, Andry menuturkan program tersebut dilandasi oleh kajian mendalam, kolaborasi dengan pemangku kepentingan, dan partisipasi aktif dari masyarakat.
Melalui advokasi itu pihaknya ingin memastikan bahwa kebijakan yang dikeluarkan oleh Kementerian Hukum harus berdasarkan bukti dan fakta di lapangan.
“BSK harus menjadi kritis dan UKE 1 harus siap kalau hasilnya tidak sesuai dengan keinginannya,” ujar Andry.
Menurut dia kehadiran BSK Hukum dan HAM berperan dalam menemukan common ground bagi berbagai aktor dan pemangku kepentingan untuk berinteraksi dalam hal menyelesaikan permasalahan yang terjadi.
Hal tersebut dapat melalui proses pencarian data, konsultasi kebijakan, dan advokasi kebijakan.
“Harapannya dengan kegiatan advokasi ini, kita bisa benar-benar menemukan common ground bagi seluruh stakeholder terkait, dengan tujuan agar Kualitas Kebijakan pada Kementerian Hukum meningkat dan kebijakan yang dihasilkan pun tepat guna dan tepat sasaran,” ucap dia.
Andy turut menekankan bahwa berlandaskan dengan argumen, pembentukan kebijakan kepada data dan bukti, Kementerian Hukum dapat mengurangi resistensi terhadap kebijakan yang akan dibentuk maupun yang akan diubah.
Data dan bukti yang relevan dan lengkap diyakini dapat meminimalisir dan miskonsepsi dan mispresepsi terhadap kebijakan yang di dorong oleh Kementerian Hukum.
Sebagai informasi, BSK Hukum merupakan salh satu Unit Utama yang berada di bawah naungan Kementerian Hukum.
BSK Hukum memiliki tugas untuk menyelenggarakan perumusan, penyusunan, dan pemberian rekomendasi strategi kebijakan di bidang hukum.