Jakarta (ANTARA) - Pakar gizi klinik Dr. Raissa E. Djuanda, MGizi, SpGK, AIFO-K menganjurkan warga mengonsumsi makanan dan minuman kaya antioksidan untuk melawan radikal bebas yang dapat menyebabkan kerusakan sel dan jaringan tubuh serta berkontribusi memunculkan penyakit kronis.
Radikal bebas dapat menimbulkan stres oksidatif, yakni ketidakseimbangan antara produksi radikal bebas yang berlebihan dan tubuh tidak mampu menetralkannya serta kerusakan DNA sehingga memicu penurunan imunitas, penurunan kesehatan tulang, hingga risiko penyakit jantung.
"Karena itu, sangat penting untuk mengimbangi dengan pola hidup sehat sejak dini dan mengonsumsi makanan serta minuman yang kaya antioksidan,” ujar dia dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Antioksidan adalah molekul yang memerangi radikal bebas di dalam tubuh dan sebenarnya tubuh manusia memiliki pertahanan antioksidannya sendiri untuk mengimbangi radikal bebas agar tidak menimbulkan kerusakan seperti penyakit kronis.
Zat ini banyak ditemukan dalam makanan seperti sayuran, buah-buahan, makanan mengandung vitamin C dan susu yang mengandung antioksidan. Sejumlah makanan yang diketahui mengandung antioksidan antara lain apel, tomat, alpukat, stroberi, jamur, kacang-kacangan, kentang, minyak zaitun, kale, buncis dan bayam.
Raissa mengatakan apabila tubuh kekurangan antioksidan maka untuk menyeimbangkan jumlah radikal bebas yang diproduksi, maka tubuh akan mengalami stres oksidatif. Ketika ini terjadi, radikal bebas bereaksi dengan molekul lain dalam tubuh, menyebabkan kerusakan pada berbagai sel dan jaringan di dalam tubuh.
Menurut dokter yang berpraktik di Rumah Sakit Pondok Indah dan Rumah Sakit MMC Jakarta itu, fokus pada pola makan sehat yang mengandung antioksidan, mencukupi kebutuhan vitamin dan mineral, mengelola stres dengan baik dan menghindari paparan zat perusak dapat menjadi langkah untuk melawan radikal bebas.
Sementara itu, Director of Adult and Specialized Nutrition KALBE Nutritionals Robertus Parulian Purba mengingatkan bahwa paparan radikal bebas tidak terlepas dari keseharian masyarakat aktif, dari asap rokok, polusi, paparan sinar ultraviolet dari matahari, sampai makanan cepat saji (fast food) atau makanan kurang sehat yang dikonsumsi.
Adapun kualitas udara Kota Jakarta tercatat tidak sehat bagi kelompok sensitif pada Senin pagi ini. Laman IQAir mencatat kualitas udara Jakarta berada pada poin 135 dengan tingkat konsentrasi polutan PM 2,5 sebesar 49,5 mikrogram per meter kubik atau 9,9 kali lebih tinggi nilai panduan kualitas udara tahunan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Adapun PM 2,5 merupakan partikel berukuran lebih lebih kecil 2,5 mikron (mikrometer) yang ditemukan di udara termasuk debu, asap dan jelaga. Paparan partikel ini dalam jangka panjang dikaitkan dengan kematian dini, terutama pada orang yang memiliki penyakit jantung atau paru-paru kronis.