Kendari (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sulawesi Tenggara melakukan kegiatan rekonsiliasi data guna mengatasi keluarga berisiko stunting di provinsi tersebut.
Kepala BKKBN Sultra Asmar dalam keterangan tertulisnya diterima di Kendari, Rabu, mengatakan data merupakan faktor penting dalam pendekatan keluarga berisiko stunting.
"Pendampingan keluarga berisiko stunting dan calon pengantin/calon pasangan usia subur membutuhkan data sasaran by name by address agar dapat mendampingi sasaran dengan dengan tepat dan memastikan bahwa seluruh sasaran terdampingi," katanya.
BKKBN Sulawesi Tenggara melakukan kegiatan rekonsiliasi data diikuti para pengelola program dan operator data dari 17 kabupaten/kota se-Sultra.
Menurutnya, pertemuan tersebut penting dalam upaya melakukan sinergi pengelolaan Program Bangga Kencana, khususnya penyediaan data keluarga berisiko stunting yang akurat dan mutakhir.
Ia menerangkan saat ini pelaksanaan Program Bangga Kencana penuh tantangan sehingga diperlukan kemitraan yang kuat untuk dapat mendukung sasaran program yang telah ditentukan.
Asmar berharap, seluruh jajaran, mitra kerja, dan pemangku kepentingan terkait lainnya saling terbuka dalam menjalin kemitraan guna mengatasi persoalan gagal tumbuh kembang anak di wilayah Sulawesi Tenggara.
Ia menambahkan komitmen pemerintah melalui kebijakan pembangunan kependudukan dan keluarga berencana yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020-2024 terkait dengan arah kebijakan dan strategi pembangunan kependudukan dan keluarga berencana.
"Salah satunya difokuskan kepada peningkatan ketersediaan dan kualitas data dan informasi program yang memadai, akurat, dan terpercaya," kata dia.
Koordinator Bidang Advokasi, Penggerakan, dan Informasi BKKBN Sultra Agus Salim menyampaikan penyediaan data keluarga berisiko stunting menjadi krusial sebagai salah satu kegiatan prioritas di dalam rencana aksi nasional.
Ia menyampaikan hal itu diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting serta Peraturan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Nomor 12 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting.
Ia menjelaskan data keluarga berisiko stunting dibutuhkan sebagai data operasional untuk melakukan pendampingan, intervensi, maupun komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) kepada kelompok sasaran, meliputi remaja, calon pengantin/calon pasangan usia subur, ibu hamil dan ibu menyusui, ibu bersalin dan pascapersalinan, serta anak usia 0-59 bulan yang akan dilakukan oleh tim pendamping keluarga di tingkat desa/kelurahan.
Melalui pendataan keluarga, pihaknya telah memetakan 254.546 kepala keluarga (KK) dari 604.791 KK yang berhasil didata teridentifikasi sebagai keluarga dengan risiko stunting.
Namun, kata dia, untuk menjamin data sasaran keluarga berisiko stunting yang valid, akurat, dan mutakhir, maka data tersebut perlu dilakukan verifikasi dan validasi dengan cara membandingkan kondisi keluarga sasaran saat pendataan dengan kondisi terkini di lapangan dan kemudian dilakukan rekonsiliasi/pencocokan dan penyesuaian di berbagai tingkatan wilayah.
"Hal ini perlu dilakukan untuk kebutuhan penajaman sasaran dan intervensi program dalam rangka penurunan keluarga berisiko stunting maupun kasus stunting melalui ketersediaan data sasaran yang tepat," kata Agus.