Kota Gaza, Palestina (ANTARA) - Kantor Media Gaza pada Sabtu (6/4) menyatakan harapannya agar pembentukan administrasi sementara di Jalur Gaza dapat segera terwujud, sesuai dengan visi yang sebelumnya disepakati dengan Mesir.
Dalam pernyataannya, kantor tersebut menegaskan bahwa pembentukan administrasi itu akan "membuka jalan bagi terciptanya kondisi yang diperlukan untuk pembentukan pemerintahan Palestina yang bersatu, mencakup Tepi Barat dan Jalur Gaza, dengan konsensus nasional Palestina."
Kantor Media Gaza juga menyoroti bahwa lembaga-lembaga pemerintahan yang ada saat ini hanya "bekerja dalam kerangka layanan, tanpa dimensi politik, demi memenuhi kebutuhan warga di tengah situasi sulit dan genosida yang masih berlangsung."
Lebih lanjut, pernyataan tersebut menekankan bahwa keberlanjutan fungsi lembaga-lembaga itui bertujuan "mencegah terjadinya kekosongan kekuasaan yang dapat membawa dampak berbahaya bagi situasi di Jalur Gaza."
Kantor tersebut juga kembali menegaskan pentingnya mendorong "rencana Arab-Islam untuk rekonstruksi Jalur Gaza dari kehancuran akibat serangan Israel serta menciptakan kondisi yang diperlukan bagi visi nasional yang bersatu."
Pada 4 Maret lalu, dalam pernyataan akhir KTT Darurat Arab untuk Palestina, negara-negara Arab menegaskan penolakan terhadap pemindahan paksa warga Palestina dari tanah mereka dalam kondisi apa pun dan mendukung rencana Mesir untuk rekonstruksi Gaza.
Rencana tersebut mencakup pembentukan "Komite Administrasi Gaza" yang akan mengelola urusan di Jalur Gaza dalam masa transisi selama enam bulan. Komite ini akan bersifat independen dan terdiri dari teknokrat non-faksi yang bekerja di bawah naungan pemerintahan Palestina.
Hamas sebelumnya telah menegaskan bahwa mereka tidak akan terlibat dalam pengaturan administratif apa pun untuk masa depan Gaza, kecuali jika disepakati secara nasional.
Juru bicara Hamas, Hazem Qassem, pada 4 Maret mengatakan, "Posisi kami jelas; setiap pengaturan untuk masa depan Gaza setelah agresi berakhir harus didasarkan pada konsensus nasional, dan kami akan memfasilitasi proses tersebut."
Sementara itu, pada 18 Maret, tentara Israel melancarkan serangan udara mendadak ke Gaza, menewaskan lebih dari 920 orang, melukai lebih dari 2.000 lainnya, serta menghancurkan kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran tahanan.
Sejak agresi Israel ke Jalur Gaza dimulai pada Oktober 2023, lebih dari 50.200 warga Palestina -- mayoritas perempuan dan anak-anak -- telah terbunuh, sementara lebih dari 114.000 lainnya mengalami luka-luka akibat serangan brutal militer Israel.
Mahkamah Pidana Internasional (ICC) pada November lalu telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap pemimpin otoritas Israel Benjamin Netanyahu dan mantan kepala pertahanan Yoav Gallant atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.
Selain itu, Israel juga menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) terkait perangnya di Jalur Gaza.