Kendari (ANTARA) - Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyebutkan bahwa meningkatnya tensi perang dagang antara Amerika Serikat dan China telah mengakibatkan kinerja ekspor di seluruh negara terganggu atau melambat.
Bahkan, Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) memproyeksikan perdagangan global pada 2019 hanya tumbuh sebesar 2,6 persen, atau menurun dibandingkan periode 2017 sebesar 4,0 persen dan 2018 sebesar 3,6 persen.
"Tidak ada satu pun negara yang bisa katakan (negara) saya meningkat (ekspornya). WTO sendiri proyeksinya tahun ini 2,6 persen. Hal ini menunjukkan menurunnya daya beli dari seluruh negara," kata Enggar di sela-sela kegiatan Halal Bihalal di Kementerian Perdagangan Jakarta, Rabu.
Enggar menilai dengan melambatnya ekspor, tentu upaya Indonesia untuk memperbaiki defisit neraca perdagangan tidak mudah. Oleh karena itu, ia menegaskan bahwa Indonesia akan tetap mencari peluang dengan membuka pasar baru.
Selain mempertahankan hubungan dagang dengan pasar-pasar lama, seperti AS, China, Korea Selatan, Jepang dan Uni Eropa, Enggar memastikan bahwa Indonesia terus mempercepat seluruh perjanjian ke pasar baru yang selama ini belum tersentuh, seperti Amerika Selatan dan Amerika Tengah.
Menurut dia, Indonesia harus mencontoh negara tetangga, seperti Vietnam dan Malaysia yang agresif menjalin perjanjian dagang dengan negara lain untuk menggenjot ekspor mereka.
"Maka kita jaga market (pasar) yang sudah ada, dan kita percepat seluruh perjanjian. Kalau tidak, di tahun depan kita akan sangat tertinggal. Kita saksikan negara tetangga seperti Vietnam, Malaysia sangat agresif. Kita harus ikuti itu," kata Enggar.
Enggar menambahkan bahwa sektor industri mulai dari makanan minuman, tekstil, minyak kelapa sawit, karet hingga otomotif, dapat menjadi komoditas ekspor unggulan dari Indonesia untuk ditawarkan ke pasar baru.
Baca juga: Menperin sebut Indonesia punya peluang di tengah perang dagang
Baca juga: Rupiah berpeluang menguat seiring merednya perang dagang