Kendari, (Antara News) – Hari ini, 27 April 2013, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) merayakan hari ulang tahun (HUT)-nya yang ke-49.
Dalam suasana merayakan HUT ke-49 tersebut, tujuh investor tambang menyatakan kesediaannya mendirikan industri 'smalter' pengolahan dan pemurnian nikel di provisi tersebut.
Ketujuh investor yang akan mendirikan pabrik nikel tersebut antara lain PT Cinta Djaya, PT Konutara dan PT Jilin Horock.
"Pendirian tujuh industri nikel di Sultra ini, merupakan kado ulang tahun Sultra ke-49 karena penandatangan MoU (Memorandum of Understanding)-nya dilakukan dalam suasana merayakan HUT Sultra ke-49, 27 April 2013,†kata Gubernur Sultra, H Nur Alam saat menandatangani MoU pendirian tujuh industri nikel tersebut di Kendari, Kamis (25/4) lalu.
Pada penandatangan MoU yang ikut disaksikan Wakil Menteri (Wamen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) itu, gubernur Nur Alam mengingatkan ketujuh investor tersebut untuk serius menyelesaikan pembangunan pabrik pemurnian nikel yang peletakan batu pertamanya sudah dilakukan beberapa waktu lalu.
"Saya tau, salah satu komisaris dari PT Jilin, pernah menjabat sebagai wakil gubernur salah satu provinsi di negara Cina. Tolong jangan permalukan mantan pejabat wakil gubernur itu, segera rampungkan pembangunan industri smalker dan pemurnian nikelnya di Pulau Kabaena," katanya.
Nur Alam tidak menyebutkan secara rinci nilai investasi dari pendirian pabrik nikel oleh tujuh investor tersebut. Ia hanya memperkirakan nilai investasi PT Jilin, perusahaan asal Cina, kurang lebih Rp3 triliun lebih.
Jaga lingkungan
Pada kesempatan tersebut gubernur mewanti-wanti ketujuh investor tersebut agar kelak setelah pabrik nikel itu beroperasi, dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya nikel di lahan konsesi yang diizinkan, selalu menjaga kelestarian dan keseimbangan lingkungan.
Sebab ketika lahan-lahan kawasan tambang dibiarkan menganga, tanpa direklamasi, tutur gubernur sangat memungkinkan terjadinya banjir dan tanah longsor.
Ketika bencana banjir dan tanah longsor terjadi kata dia, maka yang menjadi korban, sudah pasti masyarakat di sekitar kawasan tambang.
"Agar musibah banjir dan tanah longsor yang mengancam keselamatan jiwa dan harta benda warga sekitar tidak terjadi, tolong kelestarian dan keselamatan lingkungan dijaga,†katanya.
Selain itu lanjut Nur Alam, perusahaan tambang juga harus memperhatikan masyarakat di sekitar kawasan tambang.
Ketika industri sudah mulai memperoleh keuntungan, maka seyogyanya keuntungan tersebut dibagi dengan masyarakat sekitar dalam bentuk memberikan dana CSR, sehingga kesejahteraan masyarakat sekitar bisa membaik.
“Kalau perusahaan rajin memberikan dana CSR kepada masyarakat sekitar, maka masyarakat sendiri yang akan menjaga perusahaan untuk terus beroperasi," katanya.
Sebaliknya, kalau tidak peduli dengan masyarakat sekitar, maka warga sendiri yang akan mengganggu keamanan pabrik, bahkan bisa menutup segala akktivis pabrik.
Hal pentingnya lainnya yang tidak boleh diabaikan oleh perusahaan jelas Nur Alam, adalah penyerapan tenaga kerja lokal di dalam kegiatan industri.
Perusahan, harus memberikan kesempatan kepada putra-putri daerah untuk menjadi tenaga kerja di dalam perusahaan, baik sebagai buruh, maupun sebagai tenaga ahli yang memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan perusahaan.
“Jangan pernah mengabaikan tenaga kerja lokal. Kalau pekerjaan yang dibutuhkan bisa dikerjakan anak-anak lokal, tolong mereka diberdayakan dalam pekerjaan tersebut, sehingga jumlah penggangguran di daerah bisa ditekan,†katanya.
Pada HUT Sultra ke-49 yang dirayakan Sabtu (27/4) kali ini, selain kado pendirian tujuh industri nikel tersebut, Sultra juga mendapat kado istimewa, dua daerah otonom baru, Kabupaten Kolaka Timur, pecahan dari Kabupaten Kolaka dan Konawe Kepulauan, pemekaran dari Kabupaten Konawe.
Dengan kado dua daerah otonom baru tersebut, di usianya ke-49 Sultra sudah memiliki 12 wilayah kabupaten dan dua daerah kota.
Masa depan bangsa
Sementara itu, Wamen ESDM Susilo Siswoutomo mengatakan sumber daya alam (SDA) sektor pertambangan yang tersebar di seluruh Nusantara, merupakan masa depan Indonesia karena nilai jualnya, lebih mahal dibandingkan dengan SDA lainnya.
Oleh karena masa depan Indonesia ada pada sumber daya alam pertambangan ini, kata dia, maka pengelolaannya harus ekstra hati-hati, selalu menjaga dan memperhatikan keseimbangan dan kelestrasian lingkungan.
Pemerintah sendiri kata Wamen, membuka kesempatan seluas-luasnya kepada para investor, baik investor lokal, nasional maupun asing, untuk memmanfaatkan potensi bertambangan yang ada di seluruh wilayah Indonesia.
Namun setiap investor tegas Wamen, harus memenuhi empat syarat utama yang ditetapkan pemerintah. Syarat pertama, investor dalam mengelola SDA pertambangan memang harus untung, namun investor harus memberikan keuntungan yang diperoleh tersebut kepada negara lebih besar, yakni 85 persen dari pendapatan yang didapat perusahaan.
"Sumber daya alam pertambangan ini merupakan karunia Allah yang diberikan kepada negara kita yang tercinta ini, yang pemanfaatanya tidak lain kecuali untuk kesejahteraan rakyat secara keseluruhan, bukan untuk kesejateraan orang per orang atau pengusaha,†katanya.
Syarat kedua jelas Wamen, investor yang mengeruk sumber daya di setua daerah, harus bisa menyerap tenaga kerja lebih banyak, terutama bagi mereka yang tinggal di sekitar kawasan tambang.
Sementara syarat ketiga, investor harus memperhatikan masyarakat miskin di sekitar kawasan tambang, dengan cara memberikan dana CSR yang memadai.
Sedangkan syarat keempat ujarnya, setiap investor harus menjaga keseimbangan dan keselestarian lingkungan dengan cara mereklamasi lahan-lahan bekas tambang yang sudah dikeruk sumber daya alamnya.
"Kalau investor bisa memenuhi keempat syarat ini, silakan berinvestasi di daerah-daerah penghasil tambang. Pemerintah sebagai regulator, akan memberi kemudahan dalam hal perizinan," katanya.