Kendari (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara membuka peluang bagi pemerintah daerah untuk meminta pendamping membuat regulasi guna mengawasi pelaksanaan proyek strategis nasional (PSN) yang menggunakan anggaran negara.
Kepala Kejati Sultra Abdul Qohar saat ditemui di Kendari, Jumat, menyampaikan pendampingan itu bisa melalui surat kuasa khusus untuk mewakili pemerintah daerah secara perdata maupun tata usaha negara.
"Jaksa itu adalah pengacara negara oleh karena itu silahkan bupati dan wali kota ketika ada permasalahan hukum datang ke Kejari memberi surat kuasa khusus," katanya.
Ia mengungkapkan upaya sebagai bentuk kolaborasi penting antar instansi negara demi menjamin pelaksanaan pemerintahan, apalagi pengawasan proyek strategis nasional yang bersumber dari APBN yang realisasinya di daerah.
Abdul Qohar mengungkapkan ada dua jenis pendampingan yang tersedia di Kejaksaan untuk pemerintah daerah, yakni datun melalui legal assistance dan pendampingan intelijen.
Menurutnya, dengan dua cara pendampingan maka proyek strategis nasional dari bantuan pusat atau kebijakan daerah yang bersumber dari anggaran negara pelaksanaan bisa diawasi sesuai dengan peruntukannya.
"Tetapi kami menekankan kehadiran kejaksaan untuk memastikan bahwa sesuai kegiatan dari anggaran daerah atau pemerintah pusat dapat dipertanggungjawabkan satu rupiah pun," ujar Abdul Qohar.
Namun, Ia menekankan pendamping itu hanya bersifat regulasi, bukan jaminan perlindungan hukum kepada pihak pemda jika sewaktu-waktu ditemukan adanya penyelewengan anggaran negara.
Kejaksaan sendiri hanya memastikan bahwa pengerjaan proyek strategis sesuai dengan perundang-undangan mulai perencanaan, penganggaran, tahapan lelang, hingga penggunaan dan pertanggungjawaban anggaran.
"Kami tidak masuk pada substansi teknis pelaksanaan pengerjaan, walaupun sudah didampingi jaksa ketika ditemukan yang tidak sesuai maka dilakukan langkah penegakan hukum," sebutnya.
Ia menyampaikan langkah tersebut karena kejaksaan menilai angka korupsi masih terus bertambah apalagi di pengerjaan proyek strategis nasional atau pembangunan fasilitas daerah.
Bahkan tindak pidana korupsi bukan lagi kejahatan luar biasa (ekstraordinary crime) namun kondisi ini dipandang sebagai kejahatan yang terorganisasi sebagai trans nasional crime.
"Walaupun pelakunya di sini, tetapi harta kekayaannya, sahamnya, asetnya di luar negeri, sehingga modus operandinya bukan seperti jaman dulu lagi," tambahnya.

