Moskow/Tbilisi (ANTARA) - Perdana Menteri Hongaria Viktor Orban pada Selasa (29/10) menuduh Uni Eropa (EU) bersekongkol untuk menggulingkan pemerintah sah Hongaria dan menggantinya dengan pihak yang loyal kepada kepentingan EU.
Menurut Orban, persekongkolan itu bertujuan untuk menuntut adanya kepatuhan yang sama seperti yang diterapkan oleh pemerintahan saat ini di Polandia.
“Ada konspirasi terbuka melawan Hongaria yang dipimpin oleh (pemimpin Partai Rakyat Eropa) Manfred Weber dan (Presiden Komisi Eropa) Ursula von der Leyen. Mereka secara terbuka menyatakan tujuan mereka adalah menggantikan pemerintah Hongaria dengan ‘pemerintah Jawohl’ yang baru, sama seperti yang ada di Polandia saat ini. Kami tidak akan membiarkan ini terjadi!” kata Orban di X.
Pemimpin Hongaria ini, yang sedang melakukan kunjungan ke Georgia, mendapat tekanan dari media Barat dan pro-Barat di Tbilisi untuk mengomentari ketegangan antara dirinya dan para pejabat EU setelah mengakhiri konferensi pers bersama dengan Perdana Menteri Georgia Irakli Kobakhidze, lapor koresponden Sputnik.
Saat Orban mencoba memberikan tanggapan, jurnalis dari Bloomberg dan Mtavari Arxi Georgia saling berteriak untuk mengajukan lebih banyak pertanyaan.
Pada awal bulan ini, Orban terlibat dalam perdebatan sengit di hadapan Parlemen Eropa dengan Weber dan von der Leyen setelah ia menyoroti secara kontras antara pengeluaran besar-besaran blok tersebut untuk Ukraina dan ketidakmampuan lembaga regional tersebut dalam mengatasi masalah ekonomi akut di negara-negara anggotanya sendiri.
Von der Leyen menuduh Orban kurang mendukung Ukraina dan mundur dari nilai-nilai demokrasi, sementara pemimpin Hongaria mengkritiknya karena mempolitisasi mandat Komisi Eropa dan merusak netralitas yang seharusnya dijunjung tinggi.
Beberapa pejabat EU juga mengkritik kunjungan "prematur" perdana menteri Hongaria ke Georgia untuk memberi selamat kepada partai yang berkuasa atas kemenangan pemilu yang diadakan baru-baru ini, sembari menekankan bahwa Orban tidak mewakili sikap resmi blok tersebut.
Partai Georgian Dream yang berkuasa dipandang pro-Rusia oleh banyak kalangan di EU karena menolak bergabung dengan sanksi terhadap Moskow dan menjalankan sejumlah kebijakan yang dikecam oleh Brussel sebagai tidak sejalan dengan standar EU, termasuk undang-undang tentang agen asing.
Sumber: Sputnik-OANA