Kendari (ANTARA) - Nur Endang Abbas, Widyaiswara Ahli Utama BPSDM Provinsi Sulawesi Tenggara memaknai peringatan hari ibu sebagai bentuk emansipasi wanita terhadap momen penghargaan, perenungan, dan evaluasi bagi perempuan di Indonesia.
Wanita yang pernah menjabat sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Sultra masa bakti 2020-2022 itu menganggap peringatan hari ibu sebagai penghargaan karena rasa syukur terhadap tokoh-tokoh pejuang emansipasi kaum perempuan Indonesia untuk membawa kaum wanita di Indonesia yang tadinya terbelenggu dan tak mempunyai akses.
"Para tokoh pejuang emansipasi perempuan Indonesia berjuang sehingga itu bisa tercapai, dan itu mengapa saya menganggapnya sebagai penghargaan terhadap tokoh-tokoh tersebut," kata Nur Endang Abbas saat dihubungi, Jumat.
Ia menjelaskan selama ini kaum perempuan dianggap sebagai kaum minoritas yang hanya mempunyai peran domestik seperti melahirkan, menjaga anak, bahkan hanya bisa bekerja di dapur saja.
"Karena itu tentunya masih ada perempuan Indonesia yang masih terkait dengan salah satu yang paling bermasalah itu budaya dari kultur dan budaya patriarki," ujarnya.
Sedangkan untuk sisi evaluasi, dia menerangkan hal itu harus menjadi tolak ukur atas perjuangan para tokoh emansipasi perempuan dengan perwujudan perempuan saat ini untuk melihat sampai di mana kaum tersebut berpartisipasi dalam sebuah aspek kehidupan, baik dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.
Untuk saat ini para perempuan telah diakui oleh negara dan undang-undang juga sudah tidak mendiskriminasi lagi para kaum wanita di Indonesia. Bahkan, negara juga telah hadir memberi ruang yang sebesar-besarnya bagi perempuan untuk berkiprah agar bisa mempunyai ruang di mana saja.
Salah satu contoh saat ini yang terjadi saat Pemilu, yang mewajibkan para peserta calon legislatif dalam satu partai itu sebanyak 30 persen.
Namun, meski telah mencapai hal tersebut, yang harus direnungkan adalah apakah peran-peran tersebut dapat memberi manfaat kepada negara, masyarakat, dan keluarga itu sendiri, lalu juga apakah masalah dan hambatannya.
Sebab, beberapa hambatan dan masalah yang dialami para tokoh pejuang emansipasi perempuan R.A Kartini masih terdapat di era saat ini, seperti kultur yang tidak membolehkan kaum wanita untuk berkiprah jauh dan budaya patriarki, yang merasa laki-laki itu masih lebih kuat.
"Ini kan evaluasinya masih ada termasuk dengan SDM, seberapa besar apa yang kita sudah lakukan untuk negara, untuk keluarga, masyarakat, dan untuk pembangunan di sini evaluasinya. Lalu kemudian muaranya adalah meningkatkan peran perempuan di Indonesia," lanjutnya.
Nur Endang berbagi kisah pada saat dirinya menjabat sebagai aparatur sipil negara (ASN) di Provinsi Sultra, terlebih lagi pada saat menjabat itu, dunia sedang menghadapi krisis kesehatan karena COVID-19 yang melanda, sehingga dia ditunjuk sebagai Ketua Satgas penanganan COVID-19 di wilayah Bumi Anoa
"Itu saya pikir merupakan pencapaian saya yang luar biasa karena tentunya memperlihatkan kepada perempuan bisa memimpin," ungkapnya.