Jakarta (ANTARA) - Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Lana Soelistianingsih mengingatkan para deposan atau investor untuk kritis bertanya terkait risiko-risiko atas investasi mereka agar terhindar dari terjadinya kesalahan dalam berinvestasi.
Hal ini harus dilakukan menyusul terdapat kasus nasabah yang tergiur dengan bunga deposito tinggi, sementara bunga deposito tidak boleh ditetapkan lebih tinggi dari LPS.
“Deposan atau investor harus kritis bertanya terkait risiko atas investasinya tersebut,” katanya kepada Antara di Jakarta, Senin.
Lana menegaskan para deposan atau investor jangan hanya tergiur dengan return dari investasi mereka saja, melainkan juga harus kritis dalam berbagai hal termasuk terkait besaran suku bunga.
“Jangan tergiur dengan return saja. Deposan bisa menanyakan berapa suku bunga penjaminan LPS kepada banknya,” tegasnya.
Ia menyebutkan terdapat tiga hal yang harus diperhatikan deposan yakni rekeningnya tercatat, tidak melebihi suku bunga penjaminan LPS, dan tidak menyebabkan bank gagal.
Ia menjelaskan fungsi LPS adalah menjamin dana nasabah agar nasabah tidak panik ketika bank penyimpannya gagal dengan maksimum simpanan yang dijamin sebesar Rp2 miliar per nasabah.
Sementara pengawasan bank termasuk potensi adanya fraud dan moral hazard masih dalam kewenangan pengawasan pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Ia menuturkan LPS dan OJK akan berkoordinasi ketika terjadi fraud dan moral hazard yang membuat bank menjadi gagal.
“Kalau bank nya masih aktif atau hidup kewenangan itu masih di OJK,” ujarnya.
Lana memastikan pihaknya terus meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat terkait penjaminan LPS ini.
Sebagai informasi LPS menurunkan tingkat bunga penjaminan untuk simpanan rupiah di bank umum sebesar 25 basis poin menjadi 4 persen.
Kemudian bunga penjaminan simpanan rupiah di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) juga dipangkas sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 6,5 persen dan bunga penjaminan untuk valuta asing pada bank umum sebesar 25 bps menjadi 0,5 persen.