Tokyo (ANTARA) - Harga minyak turun di perdagangan Asia pada Senin pagi, setelah tarif baru diberlakukan oleh Amerika Serikat dan China, yang meningkatkan kekhawatiran tentang pertumbuhan lebih lanjut ekonomi global dan permintaan minyak mentah.
Minyak mentah Brent turun 42 sen atau 0,7 persen menjadi diperdagangkan di 58,83 dolar AS per barel pada pukul 00.41 GMT (07.41 WIB), sementara minyak AS turun 27 sen atau 0,5 persen menjadi diperdagangkan di 54,83 dolar AS per barel.
Amerika Serikat mulai memberlakukan tarif 15 persen untuk berbagai barang China pada Minggu (1/9), termasuk alas kaki, jam tangan pintar, dan televisi layar datar, saat China memberlakukan bea masuk baru terhadap minyak mentah AS, peningkatan terbaru dalam perang dagang yang berlarut-larut.
Presiden AS Donald Trump mengatakan kedua pihak masih akan bertemu untuk pembicaraan akhir bulan ini.
Trump, menulis di Twitter, mengatakan tujuannya adalah untuk mengurangi ketergantungan AS pada China dan dia kembali mendesak perusahaan-perusahaan Amerika untuk mencari pemasok alternatif di luar China.
Baca juga: China: Kami ingin cara 'Damai' selesaikan sengketa dagang AS
Retribusi Beijing sebesar lima persen pada minyak mentah AS menandai pertama kalinya bahan bakar telah ditargetkan sejak dua ekonomi terbesar dunia itu memulai perang dagang mereka lebih dari setahun yang lalu.
"Bergantung perdagangan dan tarif tidak bisa dihindari untuk pasar minyak, jadi sementara ketidakpastian perdagangan tetap ada, akan sulit bagi minyak untuk mengabaikan kekhawatiran tentang ancaman terhadap permintaan global," kata Stephen Innes, ahli strategi pasar APAC di AxiTrader.
Di tempat lain, produksi minyak OPEC naik pada Agustus untuk bulan pertama tahun ini karena pasokan yang lebih tinggi dari Irak dan Nigeria, melebihi pengekangan oleh eksportir utama Arab Saudi dan kerugian yang disebabkan oleh sanksi AS terhadap Iran, sebuah survei Reuters menemukan.
Ekspor Korea Selatan anjlok pada Agustus selama sembilan bulan berturut-turut, karena permintaan yang lamban dari pembeli terbesarnya, China, dan harga chip komputer yang tertekan secara global, data pemerintah menunjukkan pada Minggu (1/9).
Data yang suram mengaburkan prospek ekonomi terbesar keempat Asia itu, karena perselisihan perdagangan dengan Jepang muncul sebagai risiko baru di atas perang perdagangan AS-China yang berkepanjangan.
Baca juga: Terkait ancaman Trump, China berhenti beli produk pertanian AS,
Baca juga: China dinilai manipulasi mata uang asing demi hilangkan persaingan