Wangiwangi, (Antara News) - Alat tangkap ikan yang digunakan oleh para nelayan Bajo di laut rata-rata tidak ramah lingkungan dan cara yang mereka lakukan cenderung melanggar aturan.
Kenyataan tersebut diungkapkan Guru Besar Antropologi Universitas Haluoleo Kendari, saat menjadi pembicara pada Seminar Internasional Suku Bajo di Wangiwangi, ibukota Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara (Sultra), yang berakhir Jum`at malam.
"Hasil penelitian yang kami lakukan di beberapa perkampungan Bajo di di Indonesia, 90 persen nelayan Bajo menangkap ikan menggunakan bahan peledak atau bom," kata Prof Dr Nasaruddin Suyuti, Msi pada seminar tersebut.
Jika kebiasaan menangkap ikan menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan tersebut atau melanggar aturan itu tidak segera dihentikan kata dia, masa depan masyarakat Bajo yang sepenuhnya menggantungkan hidup dari sumber daya kelautan akan terancam kesulitan hidup.
Dampaknya yang lebih jauh lanjutnya, masyarakat Bajo akan tetap hidup di bawah garis kemiskinan akibat sumber daya kelautan yang tersedia di wilayah perairan laut, mengalami penurunan populasi dan terancam punah.
"Kalau populasi berbagai jenis ikan yang menjadi sumber utama pendapatan masyarakat Bajo sudah menurun, praktis tingkat kesejahteraan masyarakat Bajo akan menurun karena hasil tangkapan ikan mulai menyusut," katanya.
Oleh karena itu kata dia, jika kesejahteran masyarakat Bajo bisa meningkat dan berdaya saing di tengah perkembangan globalisasi dunia, masyarakat Bajo harus dilatih dan diperkenalkan dengan alat tangkap ikan yang ramah lingkungan.
"Laut merupakan sumber utama kesejahteraan masyarakat Bajo, sehingga dalam memanfaatkan berbagai potensi yang ada di dalamnya harus memperhatikan kelestarian dan keseimbangan alam periarian laut secara berkelanjutan," katanya.