Kendari (ANTARA News) - Surat Keputusan Bupati Konawe Utara yang memberikan izin usaha pertambangan (IUP) melalui SK nomor: 153/2011 dan SK No 154/2011) kepada PT Duta Inti Perkasa Mineral (DIPM) dan PT Sriwijaya Raya di atas lahan milik PT ANTAM (Persero) dinilai telah bertentangan dengan Undang-Undang tentang pertambangan.
"Selain melanggar UU pertambangan, juga asas-asas umum Pemerintahan yang baik," kata kuasa hukum PT ANTAM (Persero) Tbk, Ahmad Irfan Arifin dari Kantor Hukum Lubis, Santosa & Maulana, melalui siaran pers yang diterima ANTARA, Sabtu.
Ia mengatakan, telah dilangsungkannya pemeriksaan saksi ahli di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kendari, Selasa 7 Februari 2012 dalam perkara gugatan tata usaha negara PT ANTAM (Persero) Tbk melawan Bupati Konawe Utara.
Ahmad Irfan menjelaskan, pihaknya dalam lanjutan acara pembuktian kali ini menghadirkan Prof. Dr Asep Warlan Yusuf SH MH selaku saksi ahli di bidang hukum administrasi negara.
"Beliau adalah guru besar hukum administrasi negara dari Fakultas Hukum Universitas Katholik Parahyangan Bandung," ujar Irfan.
Prof. Dr Asep Warlan Yusuf SH MH dalam keterangannya sebagai saksi ahli, mengungkapkan ada tiga poin penting antara lain surat keputusan (SK) yang dikeluarkan Bupati Konawe Utara bertentangan dengan ketentuan hukum materil, yakni Undang-Undang tentang pertambangan dan Peratutan Pemerintah (PP) nomor 23 Tahun 2010 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batu bara.
Selain itu SK tersebut cacat prosedur karena bertentangan dengan tata cara penetapan izin pertambangan yang diatur dalam pasal 6 sampai 46 PP No. 23 Tahun 2010 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batu bara.
"SK bupati tersebut juga mengizinkan PT DIPM dan PT Sriwijaya Raya melakukan usaha pertambangan di lahan PT ANTAM dinilai bertentangan dengan tujuan pemberian kewenangan yang diberikan undang-undang kepada bupati tersebut. SK ini dinilai sebagai produk dari adanya penyalahgunaan wewenang dan tindakan sewenang-wenang dari bupati itu, oleh karena itu,SK tersebut harus dibatalkan," ujarnya.
Irfan menambahkan, seharusnya tidak ada alasan bagi PTUN Kendari untuk tidak membatalkan surat keputusan Bupati Konawe Utara yang memberikan izin kepada pihak lain untuk menambang di atas lahan konsensi milik PT ANTAM.
Hal senada juga disampaikan pengacara nasional yang juga kuasa hukum PT. ANTAM bahwa kesaksian Prof Dr Asep Warlan Yusuf SH MH di PTUN Kendari sudah membuktikan bahwa SK No 153/2011 dan SK No 154/2011 yang dikeluarkan Bupati Konawe Utara menyalahi undang-undang dan tidak taat prosedur.
"Oleh karena itu, seharusnya tidak ada pilihan lain bagi PTUN Kendari selain membatalkan SK tersebut," kata Todung.
Todung juga menegaskan bahwa adanya SK Bupati Konawe Utara, yang memperbolehkan PT DIPM dan PT Sriwijaya Raya, dalam hal ini telah menimbulkan kerugian yang tidak sedikit bagi negara.
"ANTAM sebagai pemegang izin pertambangan yang sah dan BUMN pertambangan, tidak bisa melaksanakan aktivitas pertambangan dengan optimal, sehingga mengakibatkan pemasukan negara dari sektor tambang berkurang," ujar Todung.(Ant).