Jakarta (ANTARA) - Menteri Luar Negeri Sugiono menyerukan percepatan pembentukan zona bebas senjata nuklir baru dalam pertemuan Segmen Tingkat Tinggi Konferensi Perlucutan Senjata (Conference on Disarmament/CD) di Jenewa, Swiss.
Menlu Sugiono pada konferensi itu mengatakan bahwa diperlukan revitalisasi arsitektur perlucutan senjata global yang salah satunya dilakukan dengan percepatan pembentukan zona bebas senjata nuklir baru, menurut keterangan tertulis Kementerian Luar Negeri RI yang diterima di Jakarta, Selasa.
“Memperkuat kepatuhan terhadap Zona Bebas Senjata Nuklir (Nuclear-Weapon-Free Zones) dan mempercepat pembentukan zona baru. Indonesia kembali menekankan pentingnya percepatan penandatanganan Protokol Zona Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara (SEANWFZ) oleh negara-negara P5,” kata Sugiono.
Negara P5 --Amerika Serikat, Rusia, China, Prancis, dan Inggris-- hingga kini belum menandatangani protokol SEANWFZ karena kekhawatiran terkait kebebasan operasi militer mereka di kawasan.
Menlu Sugiono menyampaikan bahwa lanskap keamanan global saat ini lebih rapuh dari sebelumnya dengan semakin dalamnya rivalitas strategis, semakin lemahnya komitmen perlucutan senjata, meningkatnya persenjataan nuklir, ketergantungan kembali pada strategi pencegahan, serta risiko konflik dan kecelakaan nuklir tertinggi dalam beberapa dekade terakhir.
“Namun, jalur ini bukanlah sesuatu yang tidak dapat diubah. Kita memiliki kekuatan dan tanggung jawab untuk mengubahnya. Saya mendesak komunitas internasional untuk mengembalikan stabilitas melalui komitmen yang diperbarui dan akuntabilitas yang lebih besar, dengan meninjau kembali doktrin serta praktik keamanan,” ucapnya.
Runtuhnya kerangka utama pengendalian senjata, ditambah dengan dialog nuklir yang terhambat, menurut Menlu RI, hanya akan meningkatkan risiko konflik.
“Senjata nuklir tidak menjamin keamanan, tetapi malah menjadi ancaman," ujar dia.
Menlu Sugiono juga menyerukan agar Konferensi Perlucutan Senjata menegaskan kembali komitmen terhadap tiga pilar Traktat Non-Proliferasi Nuklir (NPT), yakni non-proliferasi, perlucutan senjata, dan penggunaan energi nuklir secara damai.
“Kami juga menyerukan negara-negara payung nuklir untuk secara kritis meninjau kembali ketergantungan mereka pada senjata nuklir dan menyelaraskan kebijakan mereka dengan tujuan NPT,” tuturnya.
Konferensi Perlucutan Senjata merupakan satu-satunya forum multilateral yang dimandatkan oleh Sidang Majelis Umum PBB untuk merundingkan perjanjian kunci terkait perlucutan senjata. Keanggotaan CD terdiri dari 65 negara, yaitu 5 negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB dan 60 negara dengan kemampuan militer signifikan, termasuk Indonesia.