Moskow (ANTARA) - Negara-negara Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) telah menambah aktivitas militer di wilayah Arktik atau sekitar Kutub Utara serta meningkatkan kehadiran militer mereka di wilayah tersebut, kata Panglima Angkatan Laut Rusia Aleksandr Moiseev pada Kamis (12/12).
"Mengingat Arktik sebagai wilayah yang berpotensi konflik, Amerika Serikat dan negara-negara NATO telah meningkatkan aktivitas militer di wilayah tersebut," kata Moiseev pada sesi pleno Forum Internasional XIV bertajuk "Arktik: Masa Kini dan Masa Depan".
"Metode penggunaan kekuatan militer dalam kondisi iklim yang sulit di Arktik sedang dikembangkan, dan wilayah penggunaan operasional pasukan angkatan laut di Samudra Arktik sedang diperluas, intensitas pengintaian udara meningkat, sebagaimana aktivitas kapal pengintai dan kapal militer,” katanya menambahkan.
Moiseev mengemukakan bahwa negara-negara yang tidak bersahabat meningkatkan kehadiran militer mereka di kawasan Arktik.
"Selain langkah-langkah politik dan ekonomi untuk menghalangi Rusia di Kutub Utara, negara-negara yang tidak bersahabat juga meningkatkan kehadiran militer mereka di wilayah tersebut," lanjutnya.
Setelah pembentukan kembali Armada Operasional kedua Angkatan Laut AS pada Mei 2018 dan selesainya pembentukan Armada Komando Gabungan Norfolk Angkatan Bersenjata NATO pada 2019, Arktik sebenarnya menjadi wilayah operasi dan kehadiran pasukan permanen, ujar Moissev.
"Tahun 2024 juga tidak terkecuali. Potensi militer telah meningkat signifikan, khususnya karena pembangunan infrastruktur dan pengerahan pasukan, terutama oleh Amerika Serikat, di negara-negara yang terletak di kawasan Arktik,” lanjutnya.
Dia mengatakan bahwa situasi militer dan politik di Kutub Utara penuh dengan meningkatnya risiko konflik, sehingga pemantauan ancaman keamanan menjadi penting.
Dia mengidentifikasi Arktik sebagai wilayah utama konfrontasi antara kekuatan-kekuatan terkemuka dunia.
"Situasi militer dan politik di Arktik penuh dengan meningkatnya potensi konflik yang disebabkan oleh semakin ketatnya persaingan di antara negara-negara terkemuka untuk mendapatkan akses terhadap sumber daya alam di Samudra Arktik, serta untuk menguasai jalur laut dan rute udara strategis," kata Moiseev.
Panglima Angkatan Laut mengidentifikasi penangguhan kerja sama dengan Rusia dalam organisasi regional dan internasional, peningkatan kehadiran militer asing di Kutub Utara, dan terciptanya hambatan oleh negara-negara Barat terhadap kegiatan ekonomi Rusia di kawasan tersebut.
Sebelumnya, seorang petinggi militer NATO pada Senin (25/11) meminta para pebisnis bersiap menghadapi "skenario perang" dengan memindahkan lini produksi mereka ke negara asal.
Ketua komite militer NATO, Laksamana Rob Bauer, mengatakan jika perang terjadi, China dan Rusia bisa menutup akses ke lini produksi di kedua negara itu.
"Militer mungkin memenangi pertempuran, tetapi ekonomi lah yang akan memenangi perang," kata Bauer di Brussels, Belgia, saat berpidato di sebuah acara European Policy Center.
Sumber: Sputnik-OANA
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Rusia: NATO tingkatkan aktivitas militer di kawasan Kutub Utara