Kendari (ANTARA) - Jaringan Perempuan Pesisir (JPP) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) mengeluarkan usulan 10 rekomendasi hasil konsolidasi perempuan pesisir melahirkan perempuan pembela HAM dan pemimpin-pemimpin perempuan di Bumi Anoa.
Koordinator JPP Sultra Mutmainna saat ditemui di Kendari, Kamis, mengatakan bahwa 10 rekomendasi tersebut hasil kesepakatan kurang lebih 70 orang dari perwakilan atau kelompok pesisir dari tiga Kabupaten/Kota di Sultra, yakni Kota Kendari, Kabupaten Konawe Selatan, Kabupaten Konawe.
"Selain itu di hadiri pula oleh Pemerintah Daerah Propinsi, Pemerintah Desa dan organisasi masyarakat sipil hingga penggerak komunitas di akar rumput untuk saling berbagi pengalaman, persoalan, gagasan dan harapan dan strategi," kata Mutmainna.
Dia menjelaskan bahwa hasil pertemuan konsolidasi ini akan direkomendasikan dan diberdayagunakan untuk pemberdayaan perempuan komunitas dan penguatan kepemimpinan perempuan pesisir, serta penguatan jaringan gerakan perempuan pesisir.
"Dan juga advokasi kebijakan perencanaan pembangunan dan anggaran pemerintah nasional, daerah dan desa (rencana pembangunan jangka menengah nasional, rencana pembangunan jangka menengah daerah, rencana kerja pemerintah daerah , rencana kerja pemerintah desa), serta untuk kampanye dan pendidikan publik," ujarnya.
Ia menyebutkan bahwa 10 rekomendasi tersebut yaitu pertama sinergi multi pihak dalam penanganan kekerasan terhadap perempuan yang masih menemui tantangan.
"Untuk itu para pemangku kepentingan (terutama instansi pemerintah dan penegak hukum) perlu serius menyikapi dengan melihat potensi dan kebijakan yang ada di instansinya, yang dapat digunakan untuk menjawab tantangan dan berinisiatif berkolaborasi," ujarnya.
Kedua, pemerintah perlu memberikan perhatian dan dukungan terhadap inisiatif dari lembaga-lembaga sosial dan kemasyarakatan yang telah secara sukarela melakukan upaya pencegahan dan pendampingan kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan, perkawinan anak, pengolahan sampah, advokasi pemenuhan hak-hak dasar warga negara.
"Dukungan tersebut dapat berupa langkah strategis yang sejalan dengan upaya memperkuat kolaborasi multi pihak, karena penghapusan kekerasan terhadap perempuan, upaya pelestarian lingkungan dan pemberdayaan ekonomi serta persoalan Napza dan judi online tidak dapat dilakukan oleh satu institusi atau berjalan sendirian," ujarnya.
Kemudian, ketiga, pemerintah melakukan peningkatan pemberdayaan ekonomi perempuan dalam kewirausahaan pada kelompok perempuan pesisir berbasis pengelolaan sumber daya lokal melalui koperasi dan unit usaha untuk kemandirian ekonomi.
Keempat, mendesak Pemerintah untuk mengevaluasi dan mencabut berbagai peraturan perundangan yang mengancam dan tidak melindungi masyarakat dan perempuan pesisir serta melindungi ekosistem pesisir, laut, dan pulau kecil.
"Di antara peraturan perundangan yang harus dievaluasi dan dicabut adalah UU Cipta Kerja, UU Minerba, PP Penangkapan Ikan Terukur, dan PP Pengelolaan Sedimentasi di Laut," kata Mutmainna.
Selanjutnya, kelima, mendesak pemerintah untuk menjadikan agenda utama pengakuan dan perlindungan masyarakat dan perempuan pesisir serta keadilan iklim dalam perencanaan tata ruang laut, dan pada saat yang sama mengevaluasi tata ruang laut.
Keenam, mendesak Pemerintah dan DPR RI, untuk segera memasukkan RUU Keadilan Iklim sebagai agenda utama untuk disahkan, sekaligus mendukung upaya-upaya masyarakat untuk memulihkan ekosistem pesisir, laut, dan pulau kecil dari dampak krisis iklim yang semakin parah.
Lanjut ketujuh, mendesak Pemerintah, untuk memastikan perlindungan masyarakat dan perempuan, kedaulatan pangan di pesisir, laut, dan pulau kecil serta keadilan iklim masuk ke dalam RPJPN 2025-2045 serta RPJMN 2025-2029.
Kedelapan, mendesak pemerintah untuk segera menjalankan dan menyusun skema perlindungan dan pemberdayaan kelompok pesisir dan nelayan
Kemudian, kesembilan, mendesak Pemerintah Daerah untuk merumuskan kebijakan tata kelola sampah di Sulawesi Tenggara
Dan terakhir, pemerintah dan aparat penegak hukum harus tegas memberi sanksi hukum dan pencabutan izin bagi perusahaan yang melakukan pelanggaran dan perusakan lingkungan.