Kota Bandung (ANTARA) - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) bersiap mengadakan Konferensi Internasional pertama tentang Pendaftaran Tanah Ulayat di Indonesia di Kota Bandung (5/9).
Acara diselenggarakan pada 4- 7 September dengan tema “Best Practices of Ulayat Land Registration in Indonesia and ASEAN Countries : Socialization of Ulayat Land in Indonesia".
“Kita sama-sama akan berbagi cerita, saling tukar-menukar pengalaman, best practices, lessons learned, tentang bagaimana kita bisa melakukan manajemen dan tentunya registrasi tanah-tanah ulayat yang ada di berbagai penjuru Indonesia dan juga di negara-negara ASEAN. Ini forum yang sangat baik,” ujar Menteri ATR/ BPN Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) di Bandung, Rabu malam.
Melalui kegiatan ini, ia berharap Masyarakat Hukum Adat di Indonesia akan memiliki kepastian hukum atas tanah yang didiami oleh mereka secara turun-temurun sejak beratus tahun lalu.
“Ini bentuk upaya negara untuk bisa memberikan perlindungan kepada Masyarakat Hukum Adat yang selama ini seakan-akan termarjinalkan dari lingkungan sekitarnya,” ujar AHY.
Dalam kesempatan sama, Direktur Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah (Dirjen PHPT) Asnaedi menyebut bahwa konferensi internasional ini menjadi sarana pertukaran informasi dan pengetahuan mengenai best practice implementasi pendaftaran Tanah Ulayat di Indonesia.
“Kegiatan ini juga bertujuan untuk membangun sinergi dan kolaborasi dengan seluruh pihak terkait sebagai upaya perlindungan hukum terhadap masyarakat hukum adat atas Tanah Ulayatnya,” ujar Asnaedi.
Dalam konferensi internasional ini, akan diikuti oleh utusan-utusan dari pemerintah berbagai negara yang juga concern terhadap tanah ulayat Masyarakat Hukum Adat, diantaranya Thailand, Malaysia, Timor Leste, Laos, dan Filipina.
Kegiatan ini juga diikuti oleh berbagai international Civil Society Organization (CSO) yang juga turut memperjuangkan hak-hak Masyarakat Hukum Adat terutama yang terkait kepemilikan tanah antara lain World Resources Institute (WRI) Global, Lincoln Institute, Food and Agricultural Organization (FAO), World Bank, serta perwakilan pemerintah dan LSM.