Seoul (ANTARA) - Korea Utara pada Selasa (7/1) mengumumkan bahwa pihaknya berhasil melakukan uji coba rudal balistik jarak menengah (IRBM) baru yang dilengkapi hulu ledak hipersonik.
Negara tersebut mengeklaim sistem senjata ini mampu secara andal mencegah ancaman dari rivalnya di kawasan Pasifik.
"Sistem rudal hipersonik ini akan secara andal menahan setiap musuh di wilayah Pasifik yang dapat mempengaruhi keamanan negara kami," kata Kim seperti dikutip Kantor Berita Pusat Korea Utara (KCNA).
Namun, militer Korea Selatan mengatakan klaim keberhasilan peluncuran rudal hipersonik oleh Korea Utara dapat merupakan tipuan yang menimbulkan pertanyaan mengenai jarak terbang dan spesifikasi lainnya.
Korea Utara menyatakan rudal tersebut terbang sejauh sekitar 1.500 kilometer dengan kecepatan 12 kali kecepatan suara pada hari sebelumnya, selama uji coba yang diawasi oleh pemimpin Kim Jong-un melalui sistem pemantauan, menurut KCNA.
Staf Gabungan Korea Selatan (JCS) mengatakan pada Senin bahwa rudal hipersonik yang diduga miliki Korea Utara, diluncurkan dari wilayah Pyongyang dan terbang sekitar 1.100 km sebelum jatuh ke Laut Timur.
Pemimpin Korea Utara mengatakan pengembangan rudal seperti itu bertujuan untuk memperkuat pencegah perang nuklir negara tersebut dengan membuat sistem senjata yang tidak dapat direspons oleh siapa pun sebagai kunci dari pencegahan strategis.
"Sistem ini mampu memberikan serangan militer serius kepada lawan sekaligus menerobos sistem pertahanan yang padat," tambah Kim.
Peluncuran rudal terbaru dari Korea Utara, yang merupakan provokasi pertama dalam sekitar dua bulan, terjadi sekitar dua pekan sebelum Presiden terpilih AS, Donald Trump, dilantik pada 20 Januari.
Peluncuran tersebut juga terjadi di tengah kekacauan politik di Korea Selatan yang dipicu oleh kegagalan Presiden Yoon Suk Yeol dalam menerapkan darurat militer pada bulan lalu dan pemakzulan dirinya oleh Majelis Nasional.
Rudal hipersonik adalah salah satu senjata canggih yang dijanjikan Kim Jong-un untuk dikembangkan dalam kongres partai utama pada 2021, bersama kapal selam bertenaga nuklir, satelit mata-mata, dan rudal balistik antarbenua berbahan bakar padat.
Dalam pertemuan akhir tahun, Kim mengatakan bahwa negaranya akan menjalankan strategi "pembalasan paling keras" terhadap AS dan menuduh bahwa kerja sama militer antara Korea Selatan, AS, dan Jepang telah berkembang menjadi "blok militer untuk agresi."