Jakarta (ANTARA) - Satuan Pengamanan atau Satpam lahir pada 30 Desember 1980 ketika Kapolri saat itu Jenderal Polisi Awaloedin Djamin yang menerbitkan SKEP/126/XII/1980 tentang Pola Pembinaan Satuan Pengamanan.
Direktur Pembinaan Masyarakat Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Badya Wijaya dalam wawancara dengan Antara di Gedung Promoter Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan mengatakan dengan jasa-jasanya itu Jenderal Polisi Awaloedin Djamin kemudian dikenal sebagai Bapak Satpam Indonesia.
"Kalau melihat sejarah pembentukan satpam, Kita harus berterima kasih kepada Bapak Awaloedin Djamin yang telah mengeluarkan keputusan yang dipakai sebagai landasan hadirnya Satpam saat ini," kata Badya.
Badya melihat dengan situasi yang berkembang saat itu dan jumlah anggota kepolisian yang sangat terbatas jadi perbandingan antara polisi dan jumlah penduduk sangat tidak ideal, maka dibentuklah satuan pengamanan, itulah cikal bakal satpam.
Selanjutnya setiap tanggal 30 Desember diperingati sebagai HUT Satpam di Indonesia dan pada tanggal 30 Desember 1993 Kepolisian Negara Republik Indonesia kemudian mengukuhkan Jenderal Polisi (Purn) Prof. DR. Awaloedin Djamin sebagai Bapak Satpam dengan mempertimbangkan jasa beliau sebagai pelopor serta tonggak berdirinya satpam di Indonesia.
"Hingga saat ini tanggal 30 Desember itu selalu diperingati sebagai HUT Satpam dan kita sudah metasbihkan Jenderal Polisi Awaloedin Djamin sebagai Bapak Satpam Indonesia," kata Kombes Pol Badya.
Semasa hidupnya beliau juga selalu memberikan motivasi dan penghargaan kepada orang-orang yang berkomitmen tinggi dalam memajukan harkat dan martabat satpam di industri keamanan.
Profil Jenderal Polisi Awaloedin Djamin
Jenderal Polisi Awaloedin Djamin lahir di Padang, Sumatera Barat pada 26 September 1927. Awaloedin awalnya memulai studi sebagai mahasiswa ekonomi pada tahun 1949-1950.
Awaloedin kemudian memilih untuk mengabdi kepada negara melalui Korps Bhayangkara dengan mengikuti pendidikan Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) dan lulus pada tahun 1955.
Beliau kemudian mengikuti program Graduate School of Public and International Affair di Universitas Pittsburg, AS dan meraih gelar doktor dari School of Public Administration, Universitas California Selatan Pada tahun 1963.
Kemudian, dia menjabat sebagai lektor luar biasa di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) pada 1964. Setelah itu, karier Awaloedin beralih ke pembantu presiden menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja Kabinet Ampera (1966) dan Deputi Pangkat Urusan Khusus (1968) ketika Kapolri Hoegeng Iman Santoso masih bertugas.
Dua tahun kemudian Awaloedin menjadi ditunjuk sebagai Direktur Lembaga Administrasi Negara (LAN). Sebelum memimpin Polri, ia lebih dulu menduduki posisi Duta Besar untuk Jerman Barat periode tahun 1976-1978.
Pada tahun 1978, Awaloeddin Jamin dilantik sebagai Kepala Kepolisian RI, di tengah kondisi keamanan di Tanah Air yang tidak menentu.
Setelah mempelajari situasi dengan seksama, jenderal lulusan Ilmu Administrasi ini mengeluarkan berbagai kebijakan dalam rangka meningkatkan sistem keamanan di masyarakat, beliau jaga berperan besar dalam pembentukan Satuan Pengamanan (Satpam).
Masukan serta pemikiran pria yang dikenal sebagai “Bapak Satpam” ini selalu dituangkan dalam berbagai kesempatan termasuk dalam seminar, dialog, simposium, makalah dan buku yang diterbitkannya.
Dalam semasa hidupnya, Awaloedin menerima sejumlah penghargaan sebagai tanda jasanya, seperti Bintang Dharma, Bintang Bhayangkara, dan Bintang Mahaputra Adipradana.
Kemudian, penghargaan lain yang juga diterima Awaloedin, yakni Satya Lencana Perang Kemerdekaan (I dan II), Satya Lencana Karya Bhakti, Satya Lencana Yana Utama, Satya Lencana Panca Warsa, Satya Lancana Peringkat Perjuangan Kemerdekaan RI, dan Satya Lencana Penegak Veteran Pejuang Kemerdekaan RI.
Tak hanya penghargaan dalam negeri, Awaloedin juga pernah menerima Das Gross Rreuz dari jerman Barat dan The Philipine Legion of Honor dari Pemerintah Filipina.
Korps Bhayangkara pun berduka dengan berpulangnya Jenderal Polisi Awaloedin Djamin yang tutup usia pada usia 91 tahun pada Kamis 31 Januari 2019, pukul 14.45 WIB setelah dirawat di Rumah Sakit Medistra, Jakarta.
Perubahan satpam setelah 30 tahun
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Pol Awi Setiyono pada Selasa 15 September 2020 mengumumkan Peraturan Kepolisian Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pengamanan Swakarsa.
Salah satunya adalah perubahan warna seragam satpam menjadi warna coklat yang sama dengan yang digunakan oleh Korps Bhayangkara.
Awi mengatakan tujuan penggantian warna seragam tersebut dimaksudkan untuk menjalin kedekatan emosional antara institusi Polri dengan satpam.
"Kemudian menumbuhkan kebanggaan satpam sebagai pengemban fungsi Kepolisian terbatas," kata Brigjen Awi di Jakarta, Selasa.
Seragam baru ini juga bertujuan untuk memuliakan profesi satpam dan menggelar fungsi Kepolisian di tengah-tengah masyarakat.
Pada kesempatan terpisah, Elisa Lumbantoruan, CEO PT ISS Indonesia yang merupakan salah satu perusahaan penyedia jasa pengamanan juga mengatakan hal senada.
Dia mengatakan pada dasarnya tugas satpam adalah tanggung jawab kepolisian yang didelegasikan kepada perusahaan swasta, tentunya harus ada standarisasi yang harus diikuti perusahaan penyedia jasa keamanan yang saat ini masih menggunakan seragam satpam warna putih.
"Mungkin untuk melihatnya ke arah bahwa ini adanya menekankan kembali bahwa tugas yang diemban oleh satpam ini adalah tugas kepolisian," kata Elisa kepada Antara.
Satpam sebagai profesi
Pada Kesempatan yang sama Kepala Sub Direktorat Pembinaan Satuan Pengamanan dan Polisi Khusus pada Direktorat Pembinaan Masyarakat Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Besar Polisi Jajang Hasan Basri menjelaskan saat ini satpam masih belum bisa disebut sebagai sebuah profesi.
Meski demikian, setelah terbitnya Peraturan Kapolri Nomor 4 Tahun 2020, satpam secara perlahan akan bisa dikategorikan sebagai profesi.
"Seperti yang disampaikan Pak Dirbinmas tadi, satpam akan menjadi sebuah profesi, karena sekarang ini penggajiannya masih berdasaakan UMR (upah minimum regional), karenanya satpam sekarang masih sama dengan buruh," kata AKBP Jajang kepada Antara dalam wawancara di Gedung Promoter Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan.
Salah satu poin dalam Peraturan Kapolri tersebut, selain mengatur soal warga seragam baru para satpam, juga mengatur soal kepangkatan dalam profesi sebagai anggota satuan pengamanan.
Dia pun berharap dengan adanya peraturan baru tersebut ada peningkatan kesejahteraan bagi para satpam demi menunjang kinerja dan profesionalnya.
"Harapannya ke depan, semua harus menyesuaikan, satpam ada jenjang kepangkatan, jenjang golongan hingga otomatis ada kesejahteraan meningkat, di situlah nilai profesionalnya dilihat," tambahnya.
Jajang mengatakan saat ini saat ini satpam masih dianggap sebagai buruh berdasarkan Undang-Undang Tenaga Kerja No.13 tahun 2003, yang membuat satpam turut tergabung dalam serikat buruh.
Lebih lanjut dia menilai hal itu seharusnya tidak diperkenankan karena potensi konflik kepentingan. Satpam harusnya tidak menjadi bagian dari serikat buruh karena tugas satpam pada dasarnya adalah tugas kepolisian.
"Padahal ketika satpam ikut serikat buruh itu bahaya, kalau serikat buruhnya unjuk rasa yang amankan siapa?" ujarnya.
Elisa Lumbantoruan, juga memberikan pandangan yang sama terkait pemisahan satpam dari serikat buruh dengan peraturan baru ini. Dia mengatakan sangat penting bagi para petugas satpam bahwa mereka saat bertugas sedang menjalankan tugas kepolisian terbatas.
"Saya melihatnya itu sangat penting karena kalau selama ini satpam ini melihat mereka ini adalah profesi sendiri yang tidak ada kaitannya dengan kepolisian," kata dia
"Di beberapa kasus ada kejadian mereka ikut demo, jadi demo karyawan misalnya dan mengatakan kami satpam juga karyawan punya hak untuk melakukan demo, mereka lupa bahwa mereka sebenarnya melaksanakan tugas kepolisian dan tugas kepolisian ini mereka tidak boleh ikut demo, kalau mereka demo mereka harus keluar dari anggota satpam," pungkasnya.