Kendari (ANTARA) - Pemerintah Kota Kendari, Sulawesi Tenggara bersama Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) memasang sejumlah papan peringatan di sekitar rumah makan di Teluk Kendari terkait pelarangan pemanfaatan hutan kota menjadi pemukiman.
Pantauan di Kendari, Rabu, sedikitnya ada enam titik pemasangan papan peringatan yang dipasang di sudut-sudut jalan maupun kawasan pinggir hutan mangrove, berisi informasi tentang pelarangan pemanfaatan hutan kota menjadi pemukiman, untuk kegiatan perdagangan dan jasa.
Direktur Penertiban Pemanfaatan Ruang, Direktorat Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Pengawasan Tanah Kementerian ATR/BPN, Andi Renaldi, mengatakan pemasangan papan peringatan itu ini merupakan salah satu langkah mengingatkan sekaligus mengedukasi warga.
"Siapapun itu bahwa ini harus sesuai peruntukannya, sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW ) Kota Kendari, harus ditaati dan harus dikawal,” katanya.
Menurut dia, penerapan RTRW ini merupakan salah satu upaya menjaga kelestarian lingkungan, ekonomi dan sosial. Ia mencontohkan di Kawasan Teluk Kendari, harus dijaga kondisinya, karena jika terjadi kerusakan, maka dampaknya akan menimbulkan bencana.
"Kalau tidak sesuai peruntukannya akan mengganggu fungsi ruang, mengganggu kualitas lingkungan kita, pada akhirnya terjadi bencana, atau lingkungan yang buruk,” lanjutnya.
Dia berharap dengan pemasangan papan peringatan ini, bisa dilakukan kembali pemulihan atau dikembalikan pada fungsinya, sesuai karakternya, seperti hutan bakau. Kawasan ini hanya diperuntukkan untuk kepentingan pariwisata atau penelitian.
Baca juga: Kendari Rapikan Taman Kota Untuk Kenyamanan Pengunjung
Terkait penindakan terhadap aktifitas yang melanggar tataruang tersebut, akan diteliti terlebih dulu, apakah aktivitas itu lebih dulu ada dibandingkan penerbitan
aturan.
"Aturan ini tidak berlaku surut, kalau ada kegiatan sebelum aturan ditetapkan, maka akan diberikan disinsentif, supaya mengembalikan atau menyesuaikan dengan fungsi tataruang,” tambahnya.
Penindakan akan dilakukan jika terjadi pelanggaran, namun pelaku akan diberi waktu sampai tiga tahun untuk menyesuaikan, jika masih melanggar baru dilakukan ke proses hukum.
Mengenai adanya kepemilikan lahan di kawasan Teluk Kendari, Kakanwil BPN Sultra, Khalvyn Andar Sembiring mengakui hal itu, namun kata dia sertifikat yang terbit tersebut berupa tambak.
"Pada saat sertifikat itu diterbitkan posisinya masih tambak, kemudian terjadi perubahan tataruang akhirnya masuk kawasan kota, pada saat dia masuk kawasan kota sertifikatnya sudah terlanjur terbit dahulu, itu yang perlu dipahami masyarakat,” jelasnya.
BPN masih mengakui keberadaan sertifikat tersebut, namun penggunaannya akan dibatasi, karena saat ini kawasan tersebut sudah berubah menjadi hutan Kota Kendari.