"Pak ini kekurangan belanja yang Rp2.000." kata seorang ibu kepada penjual sayur keliling di salah satu kompleks perumahan di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara.
Melihat uang kembalian yang diberikan si ibu kepadanya, penjual sayur tersebut mengatakan," sudah bu tidak usah".
Ibu itu membayar kekurangan uang belanja Rp2.000 dengan uang koin dua Rp500 dan satu Rp1.000. Si ibu itu bukannya senang uangnya ditolak, tetapi justru terlintas dalam pikirannya apakah uang koin ini sudah tidak berlaku sebagai alat pembayaran yang sah atau memang si penjual sayur yang tidak mau menerima kekurangan belanja dengan uang koin.
Itulah sekelumit perbincangan antara seorang ibu dengan penjual sayur keliling soal pemanfaat uang koin dan mungkin juga di pelbagai usaha jasa juga seperti itu, misalnya, parkiran.
Ketika membayar parkir dengan uang koin, memang uangnya diterima oleh si tukang parkir tetapi sambil menatap wajah si empunya kendaraan yang sedang parkir seolah-olah tidak percaya ataupun "merendahkan" uang koin.
Uang koin yang beredar di masyarakat dan masih menjadi alat pembayaran yang sah adalahpecahan Rp1.000, Rp500, Rp200, dan Rp100. Selama ini uang koin tersebut lebih banyak tersimpan di rumah dibandingkan penggunaannya untuk kegiatan bertransaksi di luar atau pun bahkan di kendaraan.
Uang yang terbuat dari logam itu biasanya baru digunakan jika dalam kondisi terpaksa, artinya ketika tidak ada uang kertas terkecil untuk melakukan pembayaran.
Makanya, Bank Indonesia Perwakilan Sulawesi Tenggara terus tak henti-hentinya melakukan sosialisasi kepada masyarakat dengan menggelar gerakan Peduli uang koin.
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah Sulawesi Tenggara menyatakan bahwa bahwa uang logam yang beredar di masyarakat masih berlaku.
Sosialisasi ini dilakukan untuk menjawab keraguan masyarakat dalam bertransaksi dengan menggunakan uang logam.
Kepala Tim Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang Rupiah Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sulawesi Tenggara, Irfan Farulian menjelaskan bahwa peduli koin bertujuan mengajak masyarakat agar lebih peduli terhadap uang koin karena masih sah sebagai alat pembayaran di Indonesia.
"Sejumlah uang koin yang kami keluarkan tidak pernah kembali lagi, itu artinya masyarakat sudah enggan menggunakannya lagi sebagai alat transaksi pembayaran. Sementara sampai saat ini, uang koin masih sah sebagai alat transaksi kita," ujarnya.
Sosialisasi penggunaan uang koin ini dilakukan secara merata dilaksanakan di seluruh kabupaten/kota di Sulawesi Tenggara supaya uang-uang koin ini tidak disimpan di rumah melainkan untuk transaksi.
Gerakan peduli koin
Sebagai salah satu contoh adalah di Kota Baubau pada hari Minggu (25/11), Bank Indonesia (BI) Perwakilan Sulawesi Tenggara bekerja sama dengan lima perbankan di Kota Baubau menggelar gerakan peduli koin dan penukaran uang koin.
Ketua Tim Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang Rupiah, Kantor Perwakilan BI Sultra, Irfan Farulian, mengungkapkan kegiatan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap penggunaan uang koin sebagai alat transaksi pembayaran yang sah.
"Kegitan gerakan peduli koin ini juga untuk memberi edukasi masyarakat bahwa uang koin sebagai alat transaksi pembayaran yang hingga kini masih sah, sebab selama ini ada sebagian masyarakat justru hanya menyimpan uang koinnya di rumah," ujarnya.
Dia menambahkan, bahkan uang koin kerap diganti dengan barang tertentu, seperti permen dalam beberapa kegiatan transaksi pembayaran.
"Padahal beberapa kegiatan ekonomi itu dalam transaksinya tetap membutuhkan uang koin, seperti misalnya di toko retell dan toko-toko yang ada di kampung-kampung," ujarnya.
Irfan juga menegaskan adanya isu yang beredar di masyarakat bahwa uang koin sudah tidak berlaku lagi adalah tidak benar. Diakui pihaknya, memang ada beberapa uang koin sudah ditarik dari peredaran, namun sebagian besar uang koin yang beredar di masyarakat saat ini masih berlaku.
"Di Bank Indonesia saja masih ada pecahan satu rupiah untuk digunakan dan masih berlaku. Jadi mulai dari pecahan satu rupiah sampai Rp1.000 itu semuanya masih berlaku," tegasnya.
Kegiatan yang digelar BI Perwakilan Sultra bekerja sama sejumlah perbankan di Kota Baubau berhasil mengumpulkan sekitar Rp15 juta uang koin hasil penukaran dari masyarakat. Hasil peduli penukaran uang koin ini lansung didroping ke sejumlah toko-toko yang sudah siap untuk menampung sebagai alat transaksi penukaran bagi konsumen yang datang berbelanja.
Ia juga menambahkan, bagi masyarakat yang masih menyimpan uang koinnya di rumah dan berkeinginan menukarkannya dengan uang kertas, bisa datang lansung pada hari-hari kerja ke kas titipan BI Perwakilan Sultra yang ada di Bank BNI Cabang Baubau.
"Masyarakat tidak perlu ragu lagi untuk bertransaksi dengan uang koin karena sampai kini uang koin yang beredar di masyarakat masih sebagai alat pembayaran yang sah," kata Irfan.
Mungkin nilai pecahan uang logam yang kecil membuat masyarakat enggan memakainya? seorang wisatawan asal Prancis pernah berkata "Uang logam kalian ini tidak berguna!" karena dia tidak mempunyai kesempatan untuk memakainya, orang-orang menolak uang logam darinya.
Sejumlah uang tidak bisa disebut seratur ribu atau sejuta rupiah ketika kurang seratus rupiah saja.