Kendari (Antara News) - Panelis dan para raja menyayangkan singkatnya waktu pelaksanaan seminar internasional yang mengusung tema "penguatan lembaga adat se-Asia Tenggara dalam menghadapi globalisasi budaya dunia".
Pantauan di Kendari, Jumat, seminar yang digelar serangkaian Festival Keraton dan Masyarakat Adat ASEAN 2015 yang menampilkan lima orang panelis kompeten hanya berlangsung sekitar 2,5 jam.
Seremoni pembukaan seminar yang diikuti para raja, ratu, sultan dan permaisuri diresmikan Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara Lukman Abunawas.
Setiap panelis diberi waktu lima menit memaparkan materi namun tetap saja beberapa kali moderator meminta pemateri mempersingkat pokok-pokok pikiran.
Prof Dr Muhammad Asdar selaku Ketua Bidang Pengembangan seni Tradisi dan Budaya FSKN menyayangkan singkatnya waktu pelaksanaan seminar bertaraf internasional.
Muhammad Asdar mengangkat judul "Urgensi Pembentukan Dewan Adat, Seni dan Budaya ASEAN dan hubungannya dengan Revitalisasi Peran Aristokrat guna mengukuhkan NKRI yang maju dan sejahtera".
"Materi ini saya susun beberapa hari namun pada forum seminar ini hanya disiapkan waktu lima menit untuk dipaparkan. Pastilah tidak memadai," kata Asdar yang juga dosen pengajar pada Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar.
Hal senada disampaikan Direktur Kerjasama Fungsional ASEAN Kementrian Luar Negeri JS George Lantu bahwa bicara budaya dalam forum seminar idealnya membutuhkan waktu lima jam.
"Bicara budaya tidak akan pernah tuntas. Namun yakinlah seminar membawa manfaat untuk penguatan lembaga adat, kerajaan dan kesultanan," kata George.
Memasuki sesi tanya jawab banyak peserta yang meminta menyampaikan gagasan atau pun bertanya tidak kesampaian sehingga diminta menitipkan secara tertulis.
Sekretaris Daerah Provinsi Sultra Lukman Abunawas mengatakan setiap daerah memiliki keragaman budaya dan seni sehingga dituntut mengembangkan dan melestarikan.
Ia berharap kesultanan, kerajaan ataupun lembaga adat harus berperan aktif untuk mengembangkan kebudayaan yang akan bermuara pada peningkatan kualitas sumber daya manusia.
"Banyaknya kasus pelanggaran hukum oleh generasi muda sebagai cerminan bahwa mereka sebenarnya telah jauh dari nilai-nilai budaya," ujarnya.
Dia berharap para sultan, raja, ratu, permaisuri dan sesepuh adat dapat berbagi informasi dalam rangka mengembangkan, menjaga dan memanfaatkan keanekaragaman budaya nusantara.
Sementara itu, Direktur Pembinaan Kepercayaan dan Tradisi Ditjen Kebudayaan Kemendikbud Sri Hartini mengatakan, globalisasi menjadi ancaman budaya nusantara jika tidak dijaga dan dilestarikan.
Lembaga adat dan pemerintah harus bersinergi dalam melestarikan budaya, baik pengembangan, perlindungan dan pemanfaatan.
Kebudayaan, lanjut Sri merupakan satu wadah penguat dan pengikat rasa kebersamaan, penguat dan pengikat cita-cita bangsa serta penguat dan pengikat rasa kebangsaan.