Jenewa (ANTARA) - Peningkatan kekerasan yang cepat di Suriah utara baru-baru ini telah memberi beban besar pada sistem kesehatan yang sudah rapuh, kata Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Selasa (3/12).
“Aleppo, Idlib, dan Hama berada di garis depan krisis yang berkembang ini, di mana warga sipil menanggung beratnya berbagai darurat yang saling bertumpuk,” kata perwakilan WHO di Suriah, Christina Bethke, dalam sebuah pengarahan PBB di Jenewa.
Bethke mengatakan bahwa ada sebanyak 16,7 juta orang Suriah yang membutuhkan bantuan kemanusiaan, dengan 14,9 juta di antaranya memerlukan layanan kesehatan.
Dia menambahkan bahwa Suriah barat laut menjadi rumah bagi 3,4 juta pengungsi internal (IDP), dengan 2 juta di antaranya tinggal di kamp-kamp yang berada dalam kondisi rentan.
Merujuk pada data WHO dari Sistem Pemantauan Ketersediaan Sumber Daya dan Layanan Kesehatan Seluruh Suriah (HeRAMS), dia mengatakan bahwa, sebelum krisis terbaru ini, hanya 58 persen rumah sakit dan 36 persen fasilitas layanan kesehatan primer yang beroperasi secara penuh.
Saat ini, hampir 64 persen fasilitas kesehatan primer dan 42 persen fasilitas kesehatan sekunder baik beroperasi sebagian atau tidak berfungsi sama sekali, katanya, menambahkan bahwa rumah sakit yang tidak berfungsi meningkat dari 20,7 persen pada 2023 menjadi 27,3 persen pada 2024.
Sejak 27 November, lebih dari 30 fasilitas kesehatan yang didukung oleh mitra lintas batas di Suriah barat laut telah menghentikan kegiatannya.
Sebanyak 33 fasilitas kesehatan yang dikelola oleh mitra kemanusiaan di kota Aleppo telah berhenti beroperasi, dan lebih dari 40 fasilitas kesehatan di wilayah utara Hama telah menghentikan layanan penyelamatan jiwa dan menopang kehidupan, sementara Rumah Sakit Nasional telah mencapai kapasitas penuh.
Selama periode yang sama, WHO juga menerima laporan tentang sedikitnya enam serangan terhadap fasilitas kesehatan di Suriah, kata Bethke.
Sumber: Anadolu