Jakarta (ANTARA) - Pakar ilmu politik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta (UPNVJ) Ardli Johan Kusuma mengatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait ketentuan desain surat suara pilkada calon tunggal patut diapresiasi.
“Karena nantinya pemilih bisa lebih jelas dalam menentukan sikap atau pilihannya dalam situasi pilkada yang hanya memiliki calon tunggal,” kata Ardli saat dihubungi ANTARA dari Jakarta, Senin.
Selain itu, dia mengatakan bahwa desain surat suara yang memuat nama dan foto pasangan calon, serta dua kolom kosong di bagian bawah yang berisi atau memuat pilihan untuk menyatakan "setuju" atau "tidak setuju" terhadap pasangan calon tunggal dapat membuat masyarakat lebih mudah memahami, dan tidak bingung terkait pilihan mereka dalam pilkada.
Walaupun demikian, dia mengingatkan bahwa hal terpenting adalah bagaimana partai politik berupaya melakukan rekrutmen politik untuk menghadirkan pilkada yang kompetitif, bukan sekadar pilkada calon tunggal.
“Sehingga masyarakat bisa merasakan esensi dari proses pemilihan umum, di mana mereka bisa benar-benar memilih dari para kandidat yang tersedia,” ujarnya.
Sebelumnya, MK dalam Putusan Nomor 126/PUU-XXII/2024 memutuskan mengubah ketentuan perubahan desain surat suara pilkada calon tunggal, dan mulai berlaku pada Pilkada 2029.
"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Suhartoyo di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (14/11).
MK menilai Pasal 54 C ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota inkonstitusional bersyarat.
Dalam pertimbangannya, MK menyoroti keterangan dalam surat suara yang digunakan pada pilkada calon tunggal saat ini yang berbunyi "Coblos pada: Foto pasangan calon atau kolom kosong tidak bergambar".
Menurut MK, narasi keterangan tersebut bukan suatu bentuk narasi yang utuh dan komprehensif dalam penyajian suatu pilihan sebab keterangan tersebut tidak dilengkapi dengan narasi yang menggambarkan implikasi dari masing-masing pilihan.
Oleh sebab itu, Mahkamah menilai narasi keterangan dimaksud dapat menimbulkan mispersepsi bagi pembaca, mengingat tidak semua pemilih mengerti bahwa kolom kosong merupakan tempat untuk menyatakan pilihan tidak setuju terhadap calon tunggal.
MK berpendapat bahwa kesalahpahaman akibat ketiadaan informasi atau penjelasan yang utuh dalam keterangan yang dimuat pada desain surat suara untuk pilkada calon tunggal secara langsung akan berdampak pada para pemilih dalam mengambil keputusan.