Jakarta (ANTARA) - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) berupaya untuk mempercepat pengintegrasian penataan ruang agar tidak terjadi tumpang tindih data tata ruang lintas sektor melalui pengembangan One Spatial Planning Policy.
Menteri ATR/Kepala BPN Nusron Wahid di Jakarta, Jumat, menyatakan bahwa selama ini pengelolaan tata ruang masih terpisah-pisah meliputi berbagai pihak.
Ia menuturkan bahwa tata ruang terkait pertahanan dan keamanan nasional dikelola oleh Kementerian Pertahanan, tata ruang non-kehutanan oleh Kementerian ATR/BPN, tata ruang kehutanan oleh Kementerian Kehutanan, serta tata ruang kegiatan pertambangan oleh Kementerian ESDM.
Untuk menghindari potensi permasalahan yang muncul akibat pengelolaan ruang lintas sektor tersebut, ia mengatakan bahwa pembentukan satu peta makro bersama penting untuk diwujudkan.
“Akibatnya kadang-kadang tumpang tindih karena zona makronya kita tidak ketahuan, karena masing-masing (kementerian) berbicara pada zona mikronya masing-masing. Nah, gagasan One Spatial Planning Policy ini adalah untuk menyatukan satu tata uang, supaya dalam rangka penataan makronya akan ketahuan,” ucap Nusron Wahid.
Baca juga: Kapolri siap bersinergi dengan Kementerian ATR/BPN soal pertanahan
Direktur Jenderal Tata Ruang Kementerian ATR/BPN Dwi Hariyawan menyampaikan bahwa One Spatial Planning Policy tersebut bertujuan untuk mewujudkan pembangunan yang adil, inklusif, dan berkelanjutan.
Ia mengatakan bahwa perencanaan tata ruang harus dapat mewujudkan ruang yang aman, nyaman, dan produktif melalui kebijakan yang mampu memastikan pemanfaatan sumber daya secara berkeadilan dan berkelanjutan serta menyatukan kepentingan berbagai sektor dalam pembangunan suatu wilayah.
“Kementerian ATR BPN memandang perlu melakukan transformasi dalam rencana tata ruang dengan mengusung konsep One Spatial Planning Policy,” imbuhnya.
Dwi Hariyawan menyampaikan bahwa kebijakan One Spatial Planning Policy tersebut merupakan pendekatan kebijakan tata ruang terpadu yang mencakup ruang darat, laut, udara, dan dalam bumi.
Ia mengatakan bahwa kebijakan tersebut secara nasional diwujudkan dalam suatu produk tata ruang bertajuk Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) sebagai kerangka kerja spasial nasional untuk mendorong tercapainya sinkronisasi program-program prioritas nasional, pembangunan infrastruktur, serta kesesuaian dengan kondisi daya dukung lingkungan hidup.
“RTRWN menjadi acuan kebijakan spasial nasional bagi rencana pembangunan dan rencana sektor untuk mewujudkan visi Indonesia Emas tahun 2045 dan Astacita,” imbuhnya.