Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak terus memperjuangkan usulan Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Kesetaraan Gender untuk segera disahkan.
"Jadi memang RUU Kesetaraan Gender ini sebenarnya sudah lama diusulkan, lima dekade," kata Deputi Bidang Kesetaraan Gender KemenPPPA Rini Handayani dalam diskusi media bertajuk "Penguatan Komitmen Tindak Lanjut Analisa Kebijakan Diskriminatif Gender", di Jakarta, Jumat.
Rini Handayani meyakini bahwa keberadaan RUU ini masih diperlukan, mengingat belum semua perempuan bisa menikmati akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat yang seimbang dalam berbagai bidang pembangunan.
"Jadi RUU tentang Kesetaraan Gender itu tetap kami dorong, walaupun sebenarnya turunan dari undang-undang itu implementasinya sudah banyak, seperti UU TPKS," katanya.
Namun demikian, beberapa waktu lalu pihaknya lebih memprioritaskan pada upaya pengesahan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase 1.000 Hari Pertama Kehidupan.
"Tapi kemarin memang ada yang mendesak terkait dengan generasi emas ke depan dan melihat data dan indeks terkait khususnya tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK), pengasuhan, maka kita fokus kemarin itu ke (pengesahan) Undang-undang KIA," katanya.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak telah mengusulkan dua rancangan undang-undang untuk dapat dimasukkan ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) jangka menengah 2025-2029, yakni RUU tentang Kesetaraan Gender dan RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
RUU Kesetaraan Gender sejalan dengan program prioritas dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2025-2029, serta tugas dan fungsi bagi KemenPPPA sebagai kementerian yang mengampu isu pemberdayaan perempuan.