Kendari (ANTARA) - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) mencatat dana kampanye Pilkada 2024 pasangan calon (paslon) gubernur dan wakil gubernur tertinggi di tingkat Provinsi Sulawesi Tenggara mencapai Rp1 miliar.
Ketua KPU Provinsi Sultra Asril saat dihubungi di Kendari, Selasa, mengatakan bahwa pihaknya telah menerima Laporan Awal Dana Kampanye atau LADK pemilihan kepala daerah atau Pilkada Sulawesi Tenggara, yang tertuang dalam Surat Pengumuman Nomor 93/PL.02.5-Pu/74/2/2024.
"Tentang Hasil Penerimaan Laporan Awal Dana Kampanye pemilihan gubernur dan wakil gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2024," kata Asril.
Dia menyebutkan bahwa berdasarkan tanda terima dan berita acara penerimaan LADK di KPU Provinsi Sulawesi Tenggara, antara lain paslon Ruksamin dan Sjafei Kahar menyampaikan Rekening Khusus Dana Kampanye atau RKDK dengan saldo awal sebesar Rp1,5 juta.
"Kemudian untuk pasangan calon Andi Sumangerukka dan Ir. Hugua sebesar Rp500 juta, Lukman Abunawas dan La Ode ida sebesar Rp1 miliar, dan pasangan Tina Nur Alam dan La Ode Muhammad Ihsan Taufik Ridwan sebesar Rp10 juta," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, KPU Sultra mengingatkan kepada seluruh peserta Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 agar tidak sembarangan menerima sumbangan dana kampanye dari pihak asing.
Koordinator Divisi (Kordiv) Teknis KPU Provinsi Sulawesi Tenggara Hazamuddin saat ditemui di Kendari, mengatakan bahwa sumbangan dana yang dilarang tersebut dari beberapa pihak yang terafiliasi dengan badan usaha milik negara, daerah, ataupun desa, untuk melakukan kampanye politik Pilkada 2024.
"Kalau menerima sumbangan dari badan usaha milik negara atau negara asing atau lembaga asing, itu diskualifikasi,” kata Hazamuddin.
Ia menyebutkan bahwa sumbangan dana kampanye yang diterima peserta Pilkada yang diperbolehkan tersebut apabila berasal dari orang pribadi dengan batasan maksimal sebesar Rp75 juta. Sedangkan dari pihak swasta yang diperbolehkan dengan jumlah maksimal sebesar Rp750 juta.
"Jadi, itu harus dari orang pribadi, misalnya dari pihak partai politik pengusung atau badan usaha, tetapi bukan milik negara, daerah atau desa. Boleh pihak swasta, tetapi maksimal Rp750 juta. Kalau perseorangan Rp75 juta,” ujarnya.