Kendari (ANTARA) - Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sulawesi Tenggara (Sultra) menyebut bahwa Lapas dan Rutan di wilayah Bumi Anoa saat ini mengalami over kapasitas hingga mencapai 87,02 persen.
Kepala Divisi (Kadiv) Pemasyarakatan Kanwil Kemenkumham Sultra Bambang Haryanto saat ditemui di Kendari, Rabu, mengatakan bahwa saat ini Lapas dan Rutan se-Sultra diisi oleh sebanyak 3.516 narapidana dan tahanan, sementara untuk kapasitas seharusnya hanya untuk 1.880 orang saja.
"Narapidana saja itu ada sebanyak 2.793 dan tahanannya 723 orang. Over kapasitasnya itu sekitar 87,02 persen dan yang paling over itu Lapas dan Rutan Kendari," kata Bambang Haryanto.
Ia menyebutkan bahwa para narapidana yang mengisi Lapas dan Rutan se-Sultra tersebut didominasi oleh narapidana kasus narkoba dengan jumlah sebanyak 1.315 orang, kemudian kasus perempuan dan perlindungan anak sebanyak 861 narapidana.
"Kasus Tipikor (tindak pidana korupsi) 139 orang, dan sisanya itu kasus pidana umum, ada pencurian, penggelapan, dan lainnya," ujarnya.
Bambang Haryanto menjelaskan bahwa over kapasitas Lapas dan Rutan itu tidak hanya terjadi di wilayah Sultra saja, akan tetapi hampir merata di seluruh Indonesia, yang disebabkan oleh banyaknya kasus dan pelanggar hukum.
Ia menerangkan bahwa pemerintah juga telah mengupayakan untuk mengurangi over kapasitas tersebut dengan menyelesaikan kasus hukum dengan restorative justice, sehingga tidak membuat semua masyarakat yang berperkara dengan hukum mesti masuk ke dalam Lapas atau Rutan, akan tetapi bisa diselesaikan dengan baik sebelum persidangan.
"Umpamanya remaja atau anak-anak yang berkelahi sama temannya, atau mungkin kasus lalu lintas yang bisa didamaikan, atau KDRT bisa didamaikan. Itu kan bisa mengurangi," jelas Bambang Haryanto.
Sementara langkah dari internal Kemenkumham, Bambang menyampaikan bahwa untuk mengurangi over kapasitas itu dengan cara redistribusi antara Lapas atau Rutan yang dianggap masih bisa menampung narapidana.
"Tapi itu tidak bisa mengurangi dengan cepat. Jadi, UPT yang tingkat huniannya sudah tidak layak kita distribusikan ke Lapas atau Rutan lain, supaya ada penyebaran menghindari berlebihan di salah satu Lapas atau Rutan," ucapnya.
Salah satu langkah lain yang merupakan program dari Menteri Hukum dan HAM, dengan mencanangkan program reintegrasi dan asimilasi untuk mempercepat para narapidana mendapatkan SK asimilasi.
"Sekarang itu modelnya adalah jangan sampai narapidana menunggu SK (asimilasi), tapi SK yang menunggu narapidana, dan bagaimana caranya membuat proses itu lebih cepat di awal, dihindari untuk terlambat," tambahnya.