Kota Bandung (ANTARA) - Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) memastikan bahwa pemerintah akan mendata Tanah Ulayat di Indonesia dengan baik, sehingga dapat menghindarkan dari sengketa pertanahan yang selama ini terjadi.
Adapun, salah satu upaya yang dilakukan yaitu Kementerian ATR/BPN menyelenggarakan Konferensi Internasional pertama tentang Pendaftaran Tanah Ulayat di Indonesia pada 4-7 September di Kota Bandung, Jawa Barat.
“Kementerian ATR/BPN, berupaya untuk meyakinkan setelah diidentifikasi dengan baik tanah-tanah ulayat tersebut, bordernya, batas-batasnya jelas. Dan pemerintah setempat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten dan kota juga memberikan pengakuan ataupun melegitimasi masyarakat adat di daerah mereka. Setelah itu, kita baru bisa melakukan pengukuran, pendaftaran dan juga pada akhirnya semua terdata dengan baik,” ujar AHY di Kota Bandung, Rabu.
Dengan data yang baik, ia berharap tidak akan ada lagi sengketa Tanah Hukum Adat di masa-masa mendatang. “Dengan ini, harapannya tidak lagi ada sengketa di kemudian hari. Karena, namanya tanah ya masyarakat makin tumbuh, jumlah penduduk makin banyak, bisa saja ada tumpang tindih,” ujar AHY.
Ia menjelaskan bahwa terdapat kompleksitas dalam mengatur Tanah Ulayat, seiring dengan masyarakat adat yang biasanya telah lama menempati wilayah tersebut.
“Karena, masyarakat adat itu sudah berada di buminya, di tanah kelahirannya itu sudah puluhan tahun, ratusan tahun. Yang tentunya punya harapan agar siapapun yang masih menjadi bagian dan ada keturunan darah dari suku, apapun identitas adat tertentu, itu bisa diperjuangkan hak-haknya,” ujar AHY.
Dalam kesempatan sama, Direktur Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah (Dirjen PHPT) Asnaedi menjelaskan bahwa Kementerian ATR/ BPN telah melakukan kegiatan inventarisasi dan identifikasi Tanah Ulayat sejak tahun 2021 sampai 2023.
Sampai tahun 2023, telah diperoleh potensi keberadaan Tanah Ulayat dengan bidang tanah sekitar 3,8 juta Hektare (Ha) yang tersebar di 16 provinsi lokasi inventarisasi dan identifikasi Tanah Ulayat.
“Ke-16 provinsi tersebut antara lain Sumatra Barat, Sumatra Utara, Sumatra Selatan, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Aceh, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Tengah, Papua, dan Papua Barat,” ujar Asnaedi.