Direktorat Tindak Pindana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri mendirikan posko untuk memfasilitasi masyarakat yang menjadi korban pembelian 191.965 ponsel dengan International Mobile Equipment Identity (IMEI) ilegal yang diblokir.
Penyidik Dittipidsiber Bareskrim Polri sebelumnya menangkap enam pelaku kejahatan siber melibatkan pegawai ASB di Kementerian Perindustrian, serta Bea dan Cukai. Para pelaku mengunggah IMEI ke dalam aplikasi untuk mengaktifkan IMEI CEIR (centralized equipment identity registration) yang dimiliki oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin) secara ilegal.
Direktur Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri Brigjen Pol. Adi Vivid A Bachtiar kepada wartawan di Jakarta, Senin, menyebut masyarakat yang IMEI ponsel-nya terblokir dapat melapor di posko.
"Nanti, misalnya, kami bisa bikin posko di suatu daerah, nanti datang ke posko kami untuk didata," kata Adi.
Adi menjelaskan tujuan dilakukan pemblokiran supaya mengetahui ponsel tersebut dibeli secara ilegal atau lewat toko resmi.
"Tujuan yang pertama supaya kami mengetahui handphone itu oleh (pengguna) apakah memang yang bersangkutan itu beli black market (pasar gelap), kan ada itu beli black market, biasanya bahasanya internasional, itu alasannya," tutur Adi.
Kemudian ponsel yang dibeli di toko daring dengan harga lebih murah dari harga resmi tetapi garansi internasional, sementara garansi resmi penerbit ponsel harganya jauh lebih mahal.
"Jadi tujuan kami untuk membedakan. Ini kan kalau kami matikan nanti akan ketahuan," ucap Adi.
Pihaknya mempertimbangkan juga pengguna ponsel yang tidak tau kalau ponsel yang dibelinya ternyata menggunakan IMEI ilegal, yang jadi korban.
"Yang kasihan ini yang enggak sadar, berarti jadi korban. Tapi kalau ada yang enggak sengaja beli beli black market harganya jauh dari pasaran. Ini kami sarankan untuk membayar agar negara tidak dirugikan," ujar Vivid.
Kasus ini telah diselidiki oleh Bareskrim Polri sejak Oktober 2022 lalu, dan dilaporkan secara resmi oleh Kemenperin pada Februari 2023.
Enam pelaku ditangkap, di antaranya pemasok device elektronic ilegal tanpa hak melalui tahapan masuk yaitu inisial P, D, E, P dan semuanya adalah swasta. Kemudian juga kami mengamankan inisial F oknum ASN di Kemenperin dan juga inisial A oknum ASN di Dirjen Bea Cukai.
Kejahatan siber berupa pendaftaran International Mobile Equipment Identity (IMEI) ilegal yang merugikan negara sebesar Rp353,7 miliar.
Adi menyebut ada empat cara untuk mendaftar atau registrasi IMEI, yaitu melalui operator seluler di mana bisa digunakan untuk setiap turis asing yang masuk ke wilayah Indonesia dan berlaku selama 90 hari.
Kemudian, melalui Kemenkominfo, cara ini hanya bisa diakses oleh tamu VIP ataupun VVIP kenegaraan. Selanjutnya, melalui Bea dan Cukai, cara ini untuk masyarakat umum yakni melalui pembelian ponsel dari luar negeri yang masuk ke pelabuhan atau masuk ke bandara bisa didaftarkan lewat Bea Cukai.
"Yang terakhir melalui Kemenperin, nah di sini adalah rekan-rekan pengusaha, baik itu yang produksi ponsel ataupun importasi ponsel," katanya.
Pelanggaran yang dilakukan oleh para jaringan ini adalah pada poin keempat, yakni proses pengajuan izin IMEI di Kemenperin.
Terhadap para dikenakan pasal Undang-Undang ITE yaitu, Pasal 30 ayat (1) Udang-Undang Nomor 19 tentang Perubahan Nomor 11 tentang Informasi dan Proses Elektronik di mana setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer dan atau sistem elektronik milik orang lain.
Kemudian Pasal 32 setiap orang dengan sengaja tanpa hak melawan hukum dengan cara apa mengubah menambah mengurangi melakukan transmisi merusak menghilangkan memindahkan menyembunyikan suatu informasi elektronik milik orang lain atau milik publik juncto Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan ancaman selama kurang lebih 12 tahun ataupun dengan sekitar 12 miliar.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Polri dirikan posko imbas pemblokiran 191.965 IMEI ilegal