Jakarta (ANTARA) - Presiden Federasi Serikat Pekerja Perkeretaapian dan Ketua Umum Serikat Pekerja Kereta Api Edi Suryanto menilai bahwa pembentukan holding BUMN di sektor perkeretaapian bisa semakin memperkuat serta mempertegas fungsi dan peran operator dan regulator di sektor perkeretaapian dalam negeri.
Edi mengatakan, setelah pemerintah menerbitkan Undang-Undang (UU) No 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian menggantikan UU No 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian, sektor ini maju pesat seiring meningkatnya perhatian pemerintah terhadap sektor perkeretaapian.
"Banyak karya bagi perkeretaapian, khususnya untuk pembangunan prasarana rel, persinyalan, terowongan, jembatan dan jaringan listrik atas KRL. Sektor ini maju pesat seiring perhatian pemerintah di sektor perkeretaapian," ujar Edi dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa.
Ia menyebutkan, dengan dibentuknya Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) di bawah Kementerian Perhubungan sebagai pembuat kebijakan yang diatur dalam UU 23/2007, pemerintah memperjelas peran dan fungsinya sebagai regulator yang membuat kebijakan serta pelaksana pembangunan prasarana.
Edi berpandangan pemerintah sebagai regulator sudah melaksanakan fungsi layaknya wasit yang pengatur pertandingan agar semua operator bermain dengan baik, adil dan bersih.
Regulator sebagai kuasa anggaran dari APBN untuk menentukan dan memberikan subsidi, juga membangun prasarana perkeretaapian dan telah melaksanakan fungsinya sesuai harapan.
Dalam UU No 23/2007 juga diatur mengenai perawatan jalan, karena prasarana jalan rel, persinyalan dan lainnya merupakan aset dan milik pemerintah yang kemudian diserahkan kepada operator untuk dirawat.
Demikian pula dengan peran-peran lainnya seperti menyiapkan anggaran pemeliharaan jalan rel (infrastructure maintenance Operation/IMO).
"Regulator sudah berhasil membangun sejumlah proyek perkeretaapian di Jawa, Sumatera hingga Sulawesi Selatan, juga menyerahterimakan operasinya kepada badan usaha sebagai operator sebagaimana amanat undang-Undang tanpa menjelma juga sebagai pemain," kata Edi.
Di sisi lain, menurut Edi, kinerja PT KAI sebagai operator saat ini berada pada masa terbaik sejak dirintis pada awal perubahan status Perumka menjadi Persero hingga era transformasi di bawah kepemimpinan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan. PT KAI dalam kondisi yang siap untuk meningkatkan kemajuan dan pelayanan pada masyarakat.
"Buktinya, banyak warga negara asing yang menyaksikan pengelolaan kereta api di Indonesia bahkan mengalahkan layanan di negaranya sendiri," tegasnya.
PT KAI juga sudah menjalankan fungsinya dengan baik untuk melayani masyarakat dan negara dengan rekor mengangkut 421,7 juta penumpang dan 63 juta ton barang sejauh ini. Kereta api berperan cukup signifikan dalam mendukung kelancaran lalu lintas nasional dan menjadi solusi sistem logistik nasional yang efisien.
"PT KAI mampu jadi contoh dalam pengelolaan dan layanan terbaik untuk moda angkutan di Asia Tenggara. Jadi tidak ada alasan untuk menghadirkan operator lain yang lebih sukses daripada PT KAI, juga tak ada alasan untuk perbaikan dari sisi manajerial," kata Edi menegaskan.
Edi menambahkan, capaian-capaian positif ini menunjukkan keberhasilan pemisahan dan pembedaan yang jelas antara regulator dan operator, tanpa adanya campur tangan dan intervensi dan saling menjaga fungsi masing-masing.
Meski begitu Edi melihat, ada beberapa hal yang bisa disempurnakan dari UU No 23/2007, di antaranya penegasan, pengaturan peran regulator dalam proyek pekerjaan sipil, sehingga tidak masuk ke wilayah operator.
"Regulator cukup memberikan arahan, kebijakan dan evaluasi dalam pembangunan dan pemeliharaan prasarana perkeretaapian," katanya.
Kemudian, penugasan perawatan prasarana bahkan pembangunan bisa dikerjakan oleh holding BUMN di sektor perkeretaapian atau badan usaha, badan penyelenggara atau operator yang terbaik.
"Dengan demikian peran regulator dalam proyek bisa didelegasikan. Regulator memberikan penugasan pada operator yang direvitalisasi serta dikuatkan dalam holding yang terintegrasi," katanya.
KAI sebagai holding, dinilainya ke depan bisa membawahi berbagai fungsi, mulai dari pengelola sarana, prasarana dan aset ROW (right of way). Terkait dengan hal ini, lanjut Edi, perlu dikaji pembentukan Badan Usaha Perawatan Sarana, Badan Usaha Perawatan Prasarana, dan Badan Usaha Perawatan untuk Aset ROW eksisting, yang nantinya semua dalam satu naungan holding BUMN perkeretaapian.
"Sehingga regulator tidak perlu repot-repot terjun sebagai operator pemeliharaan prasarana, sarana dan aset ROW. Karena aspek manajemennya sudah dijalankan secara baik oleh operator dan cukup masing-masing menghormati sesuai dengan apa yang diatur dalam undang-undang," jelasnya.
Pemerintah, menurut Edi, tinggal fokus dalam menentukan kebijakan dan badan penyelenggara yang sudah berjalan saat ini menjadi eksekutor kebijakan yang ditetapkan.