Pasarwajo (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Perwakilan Sulawesi Tenggara (Sultra), menggelar Orientasi Pemanfaatan aplikasi Elektronik Siap Nikah dan Hamil (Elsimil) dan Google Form pada proses Identifikasi kasus Stunting di Kabupaten Buton.
Kegiatan ini dibuka oleh Pj Bupati Buton, Basiran, dan dihadiri langsung oleh Deputi Bidang Pelatihan, Penelitian dan Pengembangan BKKBN Pusat, Prof. drh. Muhammad Rizal Martua Damanik, MRepSc, PhD yang merupakan Kepala BKKBN Sultra, Asmar, Kepala OPD terkait, bertempat di Aula Kantor Bupati Buton, Sabtu.
Pj Bupati mengatakan, masalah stunting merupakan hal serius yang harus dikerjakan oleh lintas sektor.
"Saya baru memahami ternyata stunting tidak hanya persoalan pendek, tetapi pengaruhi seluruh metabolisme tubuh, sehingga bisa menyebabkan kegagalan berkembangnya organ-organ tubuh," katanya.
Untuk itu, Bupati kemudian menginstruksikan kepada berbagai pihak terkait, mulai Kepala Dinas, Camat, lurah/desa, RT RW, Penyuluh KB, pendamping keluarga, bidan, posyandu untuk sama-sama kampanyekan berantas stunting dari Kabupaten Buton.
"Kita kampanyekan ke seluruh Kabupaten Buton, kita berantas dan turunkan stunting. Jangan hanya ibu-ibu, tetapi semua bapak-bapak camat, Kepala OPD harus tau itu," katanya.
Bupati juga meminta kepada para kepala desa agar ada gerakan cinta AS, ibu-ibu yang aktif memberikan ASI pada bayinya agar diberikan penghargaan.
"Senin, kita pertemuan kepala desa, beri hadiah khusus ibu-ibu yang menyusui, sebagai bentuk kepedulian aparat desa kepada ibu yang peduli menyusui," katanya.
Ia menegaskan bahwa pembangunan itu tidak hanya membangun jalan dan gedung tetapi yang terpenting lagi adalah membangun sumber daya manusia.
Bupati juga memberikan apresiasi dan terima kasih kepada Deputi BKKBN pusat yang telah memberikan pemahaman dan penjelasan mengenai stunting dalam kesempatan itu kepada para peserta orientasi.
"Bagi saya, materi stunting yang disampaikan oleh Bapak Profesor tadi itu adalah 6 SKS dalam kuliah karena betul-betul mengulas potensi terjadinya stunting yang dimulai saat proses pembuahan atau pertemuan antara sel telur dan sel sperma hingga pada perkembangan seribu hari pertama kehidupan," katanya.
Sebelumnya, Deputi BKKBN Pusat, Prof drh Muh Rizal Martua Damanik mengatakan, bahwa Indonesia lagi menghadapi masalah besar yakni stunting dimana angkanya 24,4 persen artinya dari 100 orang ibu yang melahirkan sudah dalam kondisi stunting 24 orang.
"Indonesia dapat penghargaan internasional sebagai ketahanan pangan, tetapi dalam waktu bersamaan kita hadapi masalah besar yakni masalah stunting," katanya.
Deputi menjelaskan, Stunting terjadi mulai pada proses pembuatan antara sel telur dan sel sperma, hingga 1000 hari pertama kehidupan.
Stunting itu adalah gagal tumbuh dan kembang karena kekurangan gizi pada anak, yang seharusnya tulang tangkai panjangnya 70 cm tapi gagal hanya tumbuh 40 cm akibat kekurangan gizi, akibatnya anak stunting itu pendek.
“Makanya dibilang itu stunting pasti pendek, tapi pendek belum tentu stunting. Tapi gangguan tumbuh kembang itu tidak hanya menyerang tulang tangkai kaki, tetapi mengganggu secara keseluruhan organ tubuh kita, karena stunting prosesnya mulai terjadi pada saat sel telur dibuahi oleh sel sperma.
Bahkan kata Deputi, juga mengganggu pertumbuhan sel otak, sel-sel organ lain, menyebabkan anak hidup dengan segala kekurangan pada otak yang kurang cepat memahami sesuatu atau orang kurang berkembang.
Untuk itu kata dia, saat ibu mengetahui mengandung maka sudah harus memperhatikan asupan gizinya, karena proses tumbuh dan kembang sudah dimulai.
"Yang terpenting lagi yang mesti dilakukan oleh ibu adalah memberikan ASI eksklusif kepada bayinya, karena dalam ASI itu sudah lengkap zat-zat gizi yang dibutuhkan bayi saat lahir. Jangan sampai ada ibu dengan alasan tertentu yang tidak substansi kemudian tidak memberikan ASInya kepada anak," pungkasnya.
Kegiatan ini dirangkaikan dengan penyerahan alat teknologi tepat guna (ATTG) kepada UPPKA di Kabupaten Buton, yang diserahkan langsung oleh Deputi BKKBN.