Makassar (ANTARA) - Balai Besar Meteorologi klimatologi dan Geofisika (BMKG) Wilayah IV Makassar mencatat adanya aktivitas gempa yang terjadi selama sepekan sebanyak 52 kali.
Sub Koordinator Pengumpulan dan Penyebaran Data BBMKG Wilayah IV Makassar R Jamroni melalui keterangannya di Makassar, Sabtu, mengatakan aktivitas gempa itu tercatat dalam sistem selama sepekan.
"Ini gempa kecil, dangkal dan dalam. Tidak perlu panik, namun tetap waspada," ujarnya.
Ia mengatakan periode gempa terjadi sejak 10 hingga 16 Juni 2022. Sebaran gempa bumi juga terjadi di wilayah Gorontalo, Malili dan Selayar, Sulawesi Selatan; kemudian Majene, Sulawesi Barat serta wilayah Kalisusu.
Adapun distribusi gempa bumi dari 52 kali itu berkekuatan mulai di bawah magnitudo 2, di bawah magnitudo 2-3, di bawah magnitudo 3-4, di bawah magnitudo 4-5 dan di atas magnitudo 5.
Untuk frekuensi kejadian gempa di bawah magnitudo 2 telah terjadi sebanyak dua kali, di bawah magnitudo 2-3 terjadi sebanyak 27 kali, di bawah magnitudo 3-4 terjadi 16 kali, di bawah magnitudo 4-5 terjadi 6 kali dan di atas magnitudo 5 sebanyak satu kali.
Untuk frekuensi kejadian gempa berdasarkan kedalamannya itu sebanyak 44 kali dengan kedalaman 60 kilometer (km), menengah terjadi 6 kali pada kedalaman 60-300 kilometer, serta 2 kali terjadi gempa di kedalaman lebih dari 300 km.
"Kalau frekuensi dirasakan dan tidak dirasakan oleh masyarakat itu, 90 persen warga tidak merasakan gempa dan 10 persen lainnya merasakan," katanya.
Jamroni mengaku jika rentetan gempa sepekan terakhir merupakan bagian dari proses alam. Gempa dalam sepekan terakhir ini kekuatannya relatif kecil, sehingga tidak menimbulkan kerusakan dan korban jiwa.
"Dalam periode gempa ini, sesar atau patahan yang aktif adalah sesar Sorowako," ucap Sub Koordinator Pengumpulan dan Penyebaran Data BBMKG Wilayah IV Makassar R Jamroni.
Sebelumnya Koordinator Bidang Mitigasi dan Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Daryono mengimbau warga Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat, untuk tidak percaya pada adanya ramalan gempa sekitar magnitudo (M) 6,0.
"Mohon dengan sangat jangan pernah percaya dengan ramalan gempa yang akan terjadi di Mamuju sekitar Magnitudo 6,0. Jangan pernah percaya dengan peramal gempa. Hingga saat ini belum ada sains dan teknologi yang mampu memprediksi dengan tepat dan akurat kapan gempa akan terjadi," ujar Daryono dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, Jumat.
Adapun penyebar informasi tersebut, menurut Daryono akan menimbulkan ramalan tersebut semakin tersebar luas dan menimbulkan arus pengungsi yang makin berdampak kepada beban berat bagi Pemerintah Daerah dan BNPB, karena harus membiayai pengungsian skala besar yang seharusnya tidak perlu.
Daryono mengatakan bahwa kegiatan mengkaji, meneliti, riset prediksi gempa itu sangat baik bahkan termasuk perbuatan mulia karena untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan/sains dan pengurangan risiko bencana gempa bahkan tsunami.
BMKG sudah lama melakukan riset prediksi gempa menggunakan data anomali geomagnet, emisi gas radon, dan lain sebagainya, serta mendukung siapapun mereka yang giat melakukan riset prediksi gempa.
Akan tetapi, jika masih dalam ranah riset atau penelitian, maka harus bisa menahan diri, untuk sementara hasilnya hanya diinformasikan dan dikomunikasikan di kalangan terbatas internal tim kajian saja dahulu, dan tidak untuk dipublikasikan bagi publik atau masyarakat umum, karena dapat meresahkan.
"Apalagi hasil kajian prediksi tersebut disebarluaskan di Mamuju seperti saat ini, yang mana masyarakatnya sedang dilanda kecemasan, ketakutan, dan trauma akibat terdampak gempa pada 14-15 Januari 2021 lalu, tentu hal ini tidak elok karena memicu kecemasan dan ketakutan warga," kata dia.
Untuk itu, menurut Daryono, seyogyanya, jangan terburu-buru menyebar kan informasi prediksi jika hasilnya belum terbukti akurat sehingga belum teruji.
Lain halnya, jika serangkaian ujicoba dalam kajian prediksi gempa sudah sering dilakukan dan hasilnya terbukti handal, tepat dan akurat, maka hasil kajian ini dapat diterbitkan terlebih dahulu di beberapa publikasi jurnal ilmiah internasional bergengsi dan terindeks global (Q1).
"Di sini hasil kajian prediksi gempa akan ditelaah oleh para pakar terkait, baik kerangka pikir, metode, data, cara penelitian, termasuk kesahihan landasan konsep/teori yang digunakan. Manuskrip wajib diseleksi melalui serangkaian peer review yang ketat. Jika publikasi tersebut berhasil, maka selanjutnya dapat disahkan secara operasional oleh lembaga terkait, maka informasi prediksi gempa baru bisa dioperasionalkan untuk diinformasikan kepada masyarakat luas," kata dia.
Tentunya informasi prediksi gempa semacam ini, kata Daryono, sudah terbukti akurat hingga diharapkan dapat menyelamatkan masyarakat kita dari bahaya gempa.
"Tetapi sayangnya hingga saat ini di seluruh dunia belum ada peneliti perorangan, kelompok riset, maupun lembaga yang mampu dan berhasil memprediksi gempa dengan tepat dan akurat, sehingga prediksi gempa belum dioperasionalkan, dan belum layak diinformasikan kepada masyarakat luas," katanya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: BMKG: Terjadi gempa 52 kali selama sepekan di wilayah Sulawesi