Kendari (ANTARA) - Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tenggara menangkap tiga tersangka sindikat kecurangan dalam seleksi calon aparatur sipil negara (CASN) tahun anggaran 2021 di Kabupaten Kolaka Utara.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Sultra Kombes Pol Hery Tri Maryadi di Kendari, Selasa, mengatakan ketiga tersangka, yakni Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kolaka Utara berinisial J dan dua orang stafnya berinisial AN dan A.
"Modusnya memudahkan para peserta bisa menjawab dengan dibantu tim penjawab. Peserta hanya hadir seolah-olah mengerjakan namun yang mengerjakan adalah tim penjawab yang posisinya jauh di Sulawesi Barat, jadi 'remote' dikendalikan dari jarak jauh," katanya.
Dia menjelaskan ketiga tersangka berperan dalam meloloskan calon ASN dalam proses seleksi dengan menggunakan aplikasi Zoho yang sengaja dipasang di perangkat komputer pada peserta tertentu.
Dalam merekrut peserta seleksi CASN, kata dia, para tersangka meminta dana sebanyak Rp150 juta per orang.untuk bisa diloloskan dalam proses seleksi dengan menggunakan aplikasi yang telah disiapkan tersangka pada komputer yang digunakan peserta.
Ia mengatakan para tersangka berhasil menjaring sebanyak sembilan orang calon ASN, namun hanya enam orang di antaranya dinyatakan lolos, sementara tiga peserta lainnya tidak lolos karena terlambat mengikuti tes.
Ketiga tersangka jaringan penerimaan CASN dari Kolaka Utara ini diamankan berdasarkan pengembangan kasus yang sama setelah Satgas Anti-Kecurangan Seleksi CASN mengamankan dua pelaku lain di Sulawesi Barat dan Sulawesi Tengah.
Satgas Anti-Kecurangan Seleksi CASN akan membatalkan hasil seleksi enam calon ASN yang telah dinyatakan lulus dan tidak akan diberi kesempatan untuk mengikuti seleksi penerimaan selanjutnya.
Dari kasus ini, ujar dia, polisi mengamankan barang bukti berupa tiga unit laptop dan 10 telepon seluler pintar, belasan akun surat elektronik (e-mail), dan belasan kartu SIM Telkomsel. Saat ini ketiga tersangka ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Polda Sultra.
Para tersangka dikenakan Pasal 30, Pasal 32, dan Pasal 34 Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dengan ancaman hukuman enam tahun penjara dan denda Rp1 miliar.