Jakarta (ANTARA) - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian meminta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk menyelaraskan pemahaman kepada seluruh jajarannya di daerah terkait pentingnya independensi dan transparansi sebagai lembaga pengawas pemilu.
"Problemnya adalah bagaimana membuat (jajaran Bawaslu) berpikir sama. Ini manusia semua yang memiliki banyak kepentingan, banyak perbedaan sehingga menjadi masalah di lapangan," kata Tito saat memberikan sambutan pada acara Peluncuran Buku Kajian Evaluatif Penanganan Pelanggaran Pilkada 2020 yang diselenggarakan Bawaslu RI secara virtual, Kamis.
Tito menceritakan pengalamannya menemukan konflik kepentingan dalam pemilihan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di tingkat kabupaten saat dirinya menjabat sebagai kepala kepolisian daerah (kapolda).
Para kandidat calon kepala daerah mulai bertarung dengan menempatkan orang titipan mereka untuk menjadi anggota Bawaslu di tingkat kabupaten, katanya.
"Saya pernah jadi Kapolda Papua dua tahun, Kapolda Metro Jaya satu tahun, mengalami pada waktu memilih komisioner Bawaslu tingkat kabupaten saja, itu sudah ramai hiruk pikuknya, pertarungan para kandidat untuk menaruh orangnya, sama seperti pemilu sendiri sudah itu," jelasnya.
Kondisi tersebut juga terjadi di Komisi Pemilihan Umum (KPU) di daerah yang berisi orang-orang “titipan”. Tito menemukan adanya praktik politik transaksional dalam pelaksanaan pilkada.
"Juga dengan KPU, itu naruh orang sendiri supaya nanti memenangkan mereka; dan transaksional itu banyak sekali," tambahnya.
Tito mengatakan Bawaslu dan KPU adalah lembaga yang memiliki perwakilan di tingkat provinsi, kabupaten/kota hingga di kecamatan.
"Bawaslu itu sama dengan KPU, lembaga yang luas sekali, memiliki jejaring di 34 provinsi, dan 514 kabupaten/kota. Sudah menjadi lembaga permanen di tingkat kecamatan ada," jelasnya.
Oleh karena itu, Tito meminta Bawaslu membuat kajian untuk memperkuat lembaga pengawas pemilu dan jajarannya agar menjadi institusi yang kredibel, khususnya di tingkat panitia pengawas kecamatan (panwascam) dengan jumlah hingga lebih dari 5.000 kecamatan.
"Bagaimana membuat agar tidak terjadi moral hazard dan menutup celah seminimal mungkin agar tidak terjadi pelanggaran atau disalahgunakan," ujar Mendagri.