Jakarta (ANTARA) - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengapresiasi Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) atas prestasinya dalam memecahkan Museum Rekor Indonesia (MURI) dalam hal Produktivitas Penyusunan Undang-Undang (UU) Terbanyak Sepanjang Sejarah Parlemen.
Mendagri menyebut Komisi II DPR RI telah menghasilkan sebanyak 160 UU dalam satu periode (2019—2024). Prestasi ini merupakan capaian yang belum pernah terjadi sebelumnya.
"Ini perlu diabadikan, bukan dalam rangka kepentingan Komisi II sendiri, melainkan untuk kepentingan memancing semua pihak, terutama pembuat undang-undang. Baik dari seluruh jajaran DPR maupun DPD yang juga sekarang terlibat membuat undang-undang," kata Tito dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, sinergi antara Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Komisi II terbukti efektif dalam menyelesaikan UU penting seperti pembaruan dasar hukum daerah dan penataan wilayah administratif sebagai landasan bagi otonomi daerah di Indonesia.
Tito mengungkapkan bahwa Komisi II DPR RI selama ini telah mendukung agenda pembangunan nasional melalui penyusunan regulasi yang adaptif dan relevan bagi berbagai kebutuhan daerah.
Dari 160 UU tersebut, kata dia, sebanyak 159 UU berhubungan dengan Kemendagri, atau memperbaharui UU terkait pembentukan daerah yang sebagian besar telah usang karena dibuat pada masa Republik Indonesia Serikat (RIS).
"Mereka (pemerintah daerah) merasa enggak nyaman dengan adanya undang-undang daerah yang ada. Yang pertama adalah masalah dasar hukum, masih menggunakan undang-undang yang lama, RIS," ujarnya.
UU lama tersebut, menurut Tito, sudah seharusnya diperbarui. Oleh karena itu, pihaknya berharap Komisi II DPR RI periode 2024—2029 bisa melanjutkan semangat, baik dalam memproduksi dasar hukum yang sesuai dengan daerah, termasuk dengan memperhatikan karakteristik khas daerah.
Di dalam merespons hal tersebut, lanjut dia, butuh kekompakan dan kecerdikan dari Komisi II dalam merespons kebutuhan hukum di masing-masing daerah.
"Ini saya bilang kecerdikan menangkap aspirasi masyarakat dan menangkap problema mereka, bahkan jumlahnya masif," pungkas Tito.