Jakarta (ANTARA) - Sebanyak 100 pemimpin perusahaan tambang menuangkan pemikiran mereka dalam sebuah buku berjudul 100 Anak Tambang Indonesia (ATI) yang dipersembahkan dalam rangka memperingati hari kemerdekaan ke-76 Republik Indonesia.
Inisiator sekaligus editor buku 100 ATI Alexander Mering mengatakan buku yang akan diluncurkan pada 17 Agustus 2021 tersebut bercerita tentang berbagai peristiwa kemanusiaan di dunia pertambangan.
“Mulai dari kisah perjuangan hidup yang sangat personal, rasa nasionalisme, kesetiakawanan, cinta, keuletan dan suka duka 100 anak tambang, yang memang ‘berdarah-darah’ di lapangan,” kata Mering dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Dia mengungkapkan buku tersebut ditulis langsung oleh para pelaku sejarah pertambangan di Indonesia terkhusus subsektor mineral dan batu bara.
Buku itu memuat kisah inspiratif 100 orang pemimpin yang bekerja di lebih dari 67 perusahaan besar maupun kecil yang dipilih secara acak.
Mereka adalah orang-orang yang berjuang dari titik nol hingga ke puncak karir mulai dari seorang anak nakal hingga berhasil menjadi profesional maupun seorang operator bisa yang menjadi direktur.
Mereka yang mengira dirinya perkasa tapi tumbang juga dihantam malaria. Bahkan ada pula cerita penuh emosi menantang bule berkelahi karena tak terima nama Indonesia dihina dan dilecehkan oleh orang asing tersebut.
Mering menyampaikan bahwa Allsysmedia memfasilitasi proses kreatif dan mempertemukan karya 100 orang ini dalam buku 100 ATI, menghubungi mereka secara online tanpa kontak fisik.
Buahnya adalah 100 orang berhasil membagi dan menyumbangkan semangat lewat kisah hidup mereka menjadi tulisan yang diolah menjadi buku ini. Setiap penulis menyumbang lima sampai tujuh halaman.
Mering dan timnya di Allsysmedia mulai melakukan riset, menghubungi calon penulis, sejak April 2021. Kemudian pengumpulan tulisan pada periode Mei-Juni 2021, Juli 2021 proses editing hingga proses percetakan.
Mantan Kasubdit Pengawasan Teknik Pertambangan dan Kasubdit Keselamatan Pertambangan Minerba Kementerian ESDM Eko Gunarto mengatakan selama ia bertugas di pemerintahan belum pernah terjadi orang tambang bersatu hanya untuk menulis sebuah buku, kecuali saat diundang untuk membahas sebuah rancangan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pertambangan.
“Menyatukan dan mengumpulkan 100 pimpinan perusahaan tambang bersatu dalam sebuah karya buku, bukanlah perkara mudah. Apalagi proses penyelesaiannya hanya 3 bulan saja dan di dalam masa pandemi pula,” ujar Eko yang juga tercatat sebagai satu dari empat editor buku.
Sementara itu jurnalis yang juga anggota Dewan Pengawas LKBN Antara Mayong Suryo Laksono mengatakan baru kali ini terjadi wajah dunia pertambangan Indonesia tidak digambarkan lewat laporan tahunan, statistik produksi, grafik dan neraca pembukuan, atau aktivitas sosial sebagai buah kewajiban sosial perusahaan.
Menurutnya, wajah itu justru ditampilkan lewat kisah manusia dari para pelaku dan pekerja yang sehari-hari terlibat di dalamnya. Mereka bercerita dengan gaya masing-masing, lewat sudut pandang berbeda, meliputi bidang dan pilihan tema yang membentang luas.
“Sungguh unik dan otentik karena datang dari tangan pertama. Benar-benar sebuah cara berbeda untuk memahami dunia pertambangan Indonesia,” pungkas Mayong.