Kendari (ANTARA) - Dinas Kesehatan Sulawesi Tenggara (Sultra) menyebutkan bahwa, insentif bagi seluruh tenaga kesehatan terutama bagi mereka yang dilibatkan dalam penanganan COVID-19 hampir seluruhnya bersumber dari APBD maupun APBN, baik provinsi maupun di kabupaten kota.
"Proses pembayaran insentif setiap bulan bagi seluruh tenaga kesehatan di Sultra, semuanya berjalan lancar dan aman, karena transaksinya langsung ke rekening masing-masing tenaga medis," kata Plt Kadis Kesehatan Sultra dr Muhammad Ridwan di Kendari, Selasa.
Tanpa menyebut nilai besaran insentif bagi para tenaga medis setiap bulan, Ridwan mengatakan bahwa mekanismenya secara teknis langsung dibawa direktur rumah sakit tempat para tenaga medis itu bekerja. Sepanjang ini, baik itu yang bertugas di RSU Provinsi maupun RS Kota dan kabupaten, dilaporkan lancar-lancar saja.
"Sejauh ini, anggaran refocusing insentif bagi tenaga medis yang dianggarkan melalui APBD Sultra lancar saja dan tidak ada masalah teknis," ujarnya.
Sementara anggaran Kementerian Kesehatan juga tetap turun bila mana ada daerah kabupaten kota mengalami kekurangan pendanaan untuk penanganan COVID-19, sehingga bisa meminta langsung ke dana pusat yang dianggarkan melalui APBN.
"Yang pasti bahwa insentif tenaga medis yang terlibat dalam penanganan pasien COVID-19 yang sudah memasuki bulan kelima telah terealisasi dan melalui rekening masing-masing," katanya tanpa menyebut besaran nilai setiap tenaga medis.
Anggota Komisi IV DPRD Sultra, Muh.Poli dalam keterangan terpisah mengatakan bahwa pemberian insentif kepada seluruh tenaga kesehatan yang bekerja menangani pasien COVID-19 di RSUD Bahteramas sudah dianggarkan melalui dana refocusing tahun anggaran 2020.
"Total keseluruhan dana yang melekat pada Dinkes Sultra, yang meliputi berbagai kelompok pendanaan antara lain APD, fasilitas kesehatan di RSU dan termasuk insentif tenaga medis itu, seluruhnya sekitar Rp23 miliar," ujarnya.
Politisi PKS Sulawesi Tenggara itu mengatakan cadangan dana baik itu DAK, DAU, dan sisa SILPA, jumlahnya bisa mencapai Rp500 miliar lebih, dan di tahap awal, Rp300 miliar dicadangkan di-refocusing jika dibutuhkan untuk mengantisipasi pembesaran eskalasi pandemi.*