Manokwari (Antara News) - Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Papua Barat Derek Ampnir mengimbau warga mewaspadai kebakaran lahan dan hutan di daerah tersebut.
"Kami pun mengimbau masyarakat agar tidak membakar hutan atau lahan kebun, membuang puntung rokok sembarang di lahan kering, serta melakukan hal-hal yang bisa memicu kebakaran," kata Derek ketika ditemui di Manokwari, Selasa.
Dia mengungkapkan, pada 23 dan 24 Agustus lalu satelit NASA dan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menemukan titik panas di wilayah Distrik Kebar Kabupaten Tambrauw, Papua Barat. "Cuaca panas yang terjadi sekitar lima hari berturut-turut saat itu membuat cuaca yang kering, dan bisa jadi hal itu membuat padang ilalang mengering," katanya.
Menyusul hasil deteksi NASA dan BMKG tersebut, kata dia, Presiden Joko Widodo saat itu memerintahkan kementerian dan lembaga terkait segera mengambil langkah-langkah preventif pengendalian dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan di sepuluh provinsi, termasuk Papua Barat.
Dia menyebutkan pada 23 dan 24 Agustus lalu jarak pandang udara di wilayah Tambrauw, Manokwari dan beberapa daerah sekitar Tambrauw menurun antara enam hingga tujuh kilometer. "Kemungkinan besar ini akibat kabut asap yang muncul dari kebakaran lahan di Tambrauw. Beruntung setelah kejadian itu hujan turun sehingga udara kembali normal," ujarnya.
Dia belum mengetahui data lengkap mengenai penyebab kebakaran tersebut, termasuk luas lahan yang terbakar di daerah yang dikenal memiliki padang sabana terluas di Papua Barat tersebut. "Apa pun itu, hal ini menunjukkan hutan kita sudah terbakar, apalagi hamparan padang alang-alang yang terluas itu berada di daerah Kebar," ujarnya.
Prakirawan BMKG Stasiun Rendani Manokwari Fadri Prasetya pada wawancara terpisah menjelaskan sesuai pantauan satelit Terra dan Aqua yang digunakan BMKG Jumat (26/8) sekitar pukul 11.16 WIT dan 11.18 WIT pihaknya mendeteksi adanya titik panas di wilayah Distrik Kebar.
Titik panas tersebut belum mencapai skala titik 51 persen sehingga belum bisa masuk dalam kategori awas. "Beruntung, saat itu muncul awan Cumulonimbus (CB). Keberadaan awan tersebut cukup menolong karena sesaat kemudian hujan turun," katanya.