Kendari (Antara News) - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sulawesi Tenggara menyayangkan adanya desa fiktif karena mencoreng kredibilitas pemerintah daerah ditengah upaya mewujudkan pemerintahan bersih dan berwibawa.
Wakil Ketua DPRD Sultra Nursalam Lada di Kendari, Sabtu, mengimbau pemerintah provinsi dan kabupaten agar memberikan klarifikasi secara tuntas pada pemerintah pusat.
"Temuan desa fiktif tidak bisa dianggap sepele karena di mata pemerintah pusat memunculkan persepsi buruk. Wajar kalau pemerintah pusat berasumsi bahwa desa fiktif untuk mengejar alokasi dana desa, kata Nursalam, politisi PDI Perjuangan.
Semangat pemekaran desa di daerah-daerah patut diapresiasi tetapi disisi lain pemerintah kecamatan, kabupaten dan provinsi harus obyektif sehingga tidak terkesan mengejar target alokasi dana desa.
Alokasi dana desa yang diprogramkan pemerintah pusat dan dana pendamping yang bersumber dari pemerintah kabupaten diperkirakan mencapai Rp500 juta hingga Rp800 juta per desa menggiurkan.
Data Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMD) Sultra menyebutkan sebanyak 1.901 desa diusulkan menerima alokasi dana desa (ADD) 2016 atau bertambah dibandingkan 2015 sebanyak 1.820 desa.
Tambahan usulan 81 desa pada 2016 tidak dapat dipastikan untuk mendapatkan ADD karena perlu verifikasi adminitrasi dan faktual oleh pemerintah pusat.
Sekretaris Provinsi Sultra Dr Lukman Abunawas menyayangkan empat desa fiktif yang tersebar di Kabupaten Konawe, Muna, Bombana dan Konawe Utara.
"Sekarang tidak bisa berspekulasi karena adminitrasi pemerintahan sudah sistem komputerisasi. Sulit memanipulasi fakta," kata Lukman yang juga mantan blBupati Konawe.