Kendari (Antara News) - Dinas Kehutanan Kabupaten Buton disinyalir membiarkan kegiatan pembalakan liar yang terjadi di Hutan Loko Desa Kamelanta Kecamatan Kapontori, Kabupaten Buton.
"Pembalakan liar di hutan itu sudah lama berlangsung, tapi tampaknya aparat mengambaikan masalah itu. Seharusnya institusi yang melindungi hutan harus ada tanggung jawab, jangan dibiarkan begitu saja," ujar Kepala Desa Kamelanta Supardi di Baubau.
Ia mengatakan, kegiatan pembalakkan liar itu tampak di depan mata masyarakat desa setempat, yang sesungguhnya membuat masyarakat dirugikan akibat penebangan kayu liar di hutan tersebut.
Menurut dia, akibat penebangan liar tersebut diduga telah menyebabkan debit air sungai di desa setempat berkurang dan terancam kekeringan. "Dampak penebangan kayu secara liar itu membuat tahap panen sebelumnya bisa dua kali panen dalam setahun, namun saat ini panen satu kali pun sangat sulit," ujarnya.
Supardi juga menduga aksi penebangan liar itu dibekingi oleh oknum aparat kepolisian.
Ia juga mengatakan, pihaknya sudah mendengar bahwa kawasan hutan Loko telah berubah status sebagai hutan area peruntukan lain (APL), namun pemerintah desa itu belum mengantongi surat keputusan tentang status APL tersebut. "Meskipun juga status hutan itu menjadi APL, tapi tidak seenaknya dilakukan penebangan begitu saja, karena kawasan APL tersebut juga harus tetap dilindungi," ujar Supardi.
Ia menegaskan, kawasan APL tersebut bukan merupakan tanah masyarakat atau kawasan hutan rakyat, sehingga pihaknya selaku perpanjangan tangan pemerintah di tingkat desa belum pernah mengijinkan pengoalahan kayu di hutan tersebut.
"Saya selaku pemerintah desa tidak berani membagi-bagi hutan kayu itu kepada masyarakat untuk diolah karena dasar hukumnya belum ada. Tapi ironisnya pembalakan liar yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu memanfaatkan hutan kayu tersebut," ujarnya.
Menurut dia, setiap hari kayu yang ditebang dihutan tersebut bisa mencapai 10 hingga 15 mobil truk, yang kemudian diduga dijual kepada penampung-penampung kayu di Kota Baubau dan sekitarnya.
Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Buton La Ode Safiu yang dikonfirmasi masalah tersebut membantah tudingan bahwa pihaknya melakukan pembiaran pembalakan liar di hutan Loko tersebut. "Tidak benar itu karena pihaknya kerap melakukan pengawasan di lapangan. Memang tidak setiap hari kami melakukan patroli di kawasan hutan itu karena petugas kami tidak memiliki pos jaga," ujarnya.
Selain itu, lanjut dia, untuk menembus ke dalam hutan itu harus melewati wilayah Kota Baubau karena sebagian hutan tersebut juga masuk wilayah Kota Baubau.
Bahkan ia juga menyebutkan, pada pekan lalu pihaknya berhasil menangkap kayu ilegal jenis kayu jati di hutan tersebut yang termuat dalam satu mobil truk, dan kini kayu tersebut telah diamankan di Kantor Dinas Kehutanan Kabupaten Buton.
Ia juga membantah tudingan bahwa kayu yang diambil dari kawasan hutan itu mencapai 10 hingga 15 truk setiap hari. "Tidaklah demikian karena kami hampir setiap saat melakukan pemantauan di kawasan hutan tersebut," ujarnya.
Menurut dia, hutan APL itu mencapai luas sekitar 300 hektare, dan yang bisa mengolah kayu di lokasi harus memiliki izin dan dokumen yang lengkap. "Sisa dari 300 hektare APL itu merupakan hutan produksi. Kalau pu ada yang melakukan pembalakan liar itu diduga masyarakat dari luar Kabupaten Buton," ujarnya.
Oleh karena itu, kata dia, Pemerintah Desa Kamelanta mengetahui adanya pembalakan liar di hutan itu, seharusnya melaporkan kepada pihak dinas kehutanan setempat, sehingga bisa segera ditindaklanjuti di lapangan.