Kepala Bidang (Kabid) Perlindungan Hutan dan Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem (KSDAE) Dishut Sultra Rafiudin di Kendari, Rabu, mengatakan data tersebut berdasarkan laporan dari beberapa Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH).
"Data ini merupakan data sementara dan bisa saja bertambah. Kasus karhutla tersebut paling banyak terjadi pada Agustus-Oktober," kata Rafiudin.
Dia mengungkapkan karhutla tersebut terjadi di beberapa fungsi kawasan, seperti hutan produksi, hutan produksi terbatas, hutan produksi konservasi, dan hutan lindung, yang tersebar di beberapa kabupaten/kota.
"Kasus yang paling dominan terjadi di kawasan APL (Area Pegunungan Lain)," ujarnya.
Dari hasil pantauan, lanjutnya, penyebab paling sering terjadinya karhutla adalah kelalaian masyarakat yang membuang puntung rokok dengan sengaja dan pembersihan lahan pertanian masyarakat dengan menggunakan metode pembakaran.
“Kan dari dulu itu pembersihan lahan pertanian itu melalui pembakaran. Seharusnya saat proses pembakaran itu dia buat sekat-sekat sehingga tidak merembet ke kawasan hutan,” ungkapnya.
Setelah menerima data dari KPH terkait karhutla, pihaknya akan melakukan evaluasi untuk mengetahui luas area hutan dan lahan yang terbakar, kemudian akan dilaporkan data-data tersebut ke bidang lain untuk dilaksanakan proses rehabilitasi terhadap kawasan tersebut.
Jika karhutla terjadi di wilayah perizinan, baik penggunaan kawasan hutan ataupun pemanfaatan kawasan hutan, kata dia, akan diserahkan kepada pemilik izin tersebut untuk melakukan proses rehabilitasi.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Dishut: 116 kasus karhutla membakar 211,88 hektare lahan di Sultra