Kendari (Antara News) - Loka Pelayanan, Penempatan, dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (LP3TKI) Kendari berupaya menekan jumlah TKI ilegal yang berasal dari daerah tersebut.
Kepala LP3TKI Kendari La Ode Askar di Kendari, Senin, mengatakan, pihaknya terus melakukan sosialisasi bagi masyarakat agar menjadi TKI prosedural dan memperketat pengawasan kepada perusahaan pelaksana penempatan tenaga kerja Indonesia swasta (PPTKIS) yang hendak menempatkan TKI ke luar negeri.
"Itu kami lakukan untuk mencegah pemberangkatan TKI nonformal, dan sekaligus sebagai upaya mencegah agar warga Sultra tidak menjadi korban perdagangan manusia, sebab tidak dapat dipungkiri banyak modus yang digunakan untuk memberangkatkan Para TKI,"ujarnya.
Ia menambahkan, hal tersebut juga dilakukan sebagai wujud komitmen untuk mengurangi kasus TKI bermasalah di luar negeri yang berasal dari daerah itu.
Maka dari itu lanjutnya, pihaknya terus berupaya agar masyarakat yang ingin bekerja di luar negeri dapat menempuh prosedur resmi yang diatur pemerintah sebelum berangkat ke negara tujuan.
Menurutnya, dua langkah tersebut merupakan upaya untuk melindungi kepentingan calon TKI dalam bekerja di luar negeri, dalam mewujudkan terjaminnya pemenuhan hak-hak calon TKI sesuai dengan peraturan perundang-undangan baik sebelum, maupun sesudah bekerja.
"Perlindungan mutlak harus dilakukan untuk pemenuhan hak-hak para TKI. Kami juga sangat mengapresiasi langkah yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara yang bekerja sama dengan Polda Sultra dalam memberikan perlindungan bagi TKI,"ujarnya.
Jumlah TKI yang sudah diberangkatkan untuk bekerja ke luar negeri melalui prosedur resmi untuk kurun waktu tahun 2012 hingga 2015 adalah sebanyak 2.411 orang, terdiri dari 1.558 orang laki-laki atau 64,62 persen dan 853 orang perempuan atau 35,38 persen.
Dari 2.441 orang TKI asal Sultra, 1.729 orang di antaranya bekerja pada sektor formal dan sisanya sebanyak 682 orang bekerja di sektor informal yang tersebar pada beberapa negara tujuan seperti Uni Emirat Arab (UEA), Malaysia, Jepang, Taiwan, Hongkong, Singapura serta Tanzania.