Makassar (Antara News) - Sejumlah jaksa dan staf Kejaksaan Negeri Makassar yang umumnya perempuan ikut berdesak-desakan dengan wartawan agar bisa foto "selfie" bersama Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif Abraham Samad saat pelimpahan tahap dua.
"Saya termasuk baru di Kejari Makassar dan tidak pernah bertemu langsung dengan Pak Abraham Samad dan kali ini ada momen jadi kita selfie saja," ujar Nina salah satu staf Kejari Makassar, Selasa.
Nina bersama staf lainnya baik yang terbilang baru maupun ibu-ibu yang sudah mengabdi lama menjadi pegawai kejaksaan juga banyak memanfaatkan momen tersebut.
Tidak sedikit yan meminta bantuan wartawan agar bisa difoto dengan latar belakang Abraham Samad yang sejak turun dari mobil bus Sabhara Polda Sulselbar menuju ruangan Kajari Makassar Deddy Suwardy Surachman yang berada di lantai dua tersebut.
Dalam pelimpahan tahap dua yang dilakukan penyidik Polda Sulselbar itu dilakukan pukul 15.20 Wita di Kantor Kejaksaan Negeri Makassar dan diterima langsung oleh Aspidum Kejati Sulselbar Muh Yusuf.
Selama lebih dari sejam berada di ruangan Kajari Makassar Deddy Suwardy Surachman, Abraham Samad yang dikawal aparat kepolisian serta didampingi tim pengacaranya itu ditangani oleh tim jaksa sebelum pelimpahan tahap dua itu rampung.
Salah satu tim pengacara Abraham Samad yang berada dalam Tim Advokasi Antikriminalisasi (Taktis), Murlianto mengaku jika kliennya itu sudah berjanji akan mengikuti semua ketentuan-ketentuan yang berlaku.
"Harapan kami, kejaksaan harus tetap profesional menangani kasus dugaan pemalsuan dokumen kependudukan yang melibatkan pak Abraham," katanya.
Sementara itu Abraham Samad yang tiba dari Jakarta sejak pukul 10.45 Wita langsung bergegas ke Mapolda Sulselbar bersama anggota Tim Advokasi Antikriminalisasi (Taktis) untuk memenuhi pemanggilan yang ditujukan kepadanya.
Sejak pukul 11.00 Wita, dirinya diterima oleh penyidik dan dimasukkan dalam satu ruangan khusus. Abraham dalam ruangan itu lebih banyak bersantai karena lambatnya proses administrasi pelimpahan oleh Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan Ke Kejaksaan.
Kuasa Hukum Abraham Samad, Abdul Muttalib bahkan menyesalkan lambatnya proses administrasi pelimpahan oleh Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan Ke Kejaksaan.
"Kami sudah tiga jam menunggu, tapi belum ada kepastian. Bahkan tidak ada satupun penyidik yang muncul. Kami hanya diberikan minum dan ditinggalkan begitu saja," katanya.
Abraham Samad diketahui menjadi tersangka dalam kasus pemalsuan dokumen pada tahun 2007, berupa tuduhan pemalsuan paspor atas nama Feriyani Lim. Abraham diduga membantu membuatkan KTP dan kartu keluarga (KK) palsu untuk memudahkan pengurusan paspor tersebut.
Pasal yang disangkakan adalah Pasal 263 Ayat 1, Pasal 264 subs Pasal 266 Ayat (1) KUHP dan Pasal 93 jo Pasal 94 dan 96 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
Wajib Lapor
Sementara itu Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat yang telah menerima pelimpahan tahap dua kasus dugaan pemalsuan dokumen administrasi kependudukan dengan tersangka Abraham Samad diwajibkan untuk melapor dua kali sepekan.
"Tersangka AS tidak kami tahan karena memperhatikan unsur objektif dan subjektifnya kasus yang dihadapinya dan sebagai gantinya, AS harus wajib lapor dua kali seminggu," ujar Asisten Tindak Pidana Umum (Aspidum) Kejati Sulselbar Muh Yusuf di Makassar, Selasa.
Dia mengatakan, proses wajib lapor Abraham Samad ditetapkan dua kali sepekan yakni pada Senin dan Kamis. Yusuf mengaku, selama perkaranya masih berada di Kejari Makassar proses wajib lapor akan terus berlangsung.
Bahkan ketika kasusnya telah disidangkan, lanjut Muh Yusuf, tersangka Abraham pun masih tetap harus melapor hingga kasus ini mempunyai kepastian hukum oleh pengadilan negeri.
"Karena tersangka tidak ditahan, maka gantinya adalah wajib lapor dan itu sudah menjadi ketentuannya karena ada aturan-aturan yang memang mengaturnya," katanya.
Yusuf menjelaskan, alasan tidak ditahannya Abraham Samad karena karena sesuai pasal 21 ayat (4) Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) bahwa penahanan tersebut hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa jika ancaman hukumannya di atas lima tahun.
Penjelasan itu juga sesuai dengan unsur objektif dalam KUHAP. Sementara alasan subjektifnya tersangka tidak akan melarikan diri dan tidak mungkin menghilangkan barang bukti karena semua barang bukti sudah disita.
"Dan yang paling mendasar tidak dilakukan penahanan karena tersangka berjanji akan menetap di Makassar selama proses persidangan berlangsung," tandas Aspidum.