Jakarta (Antara News) - Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) mengingatkan rencana penghentian subsidi BBM bagi industri penangkapan ikan di Tanah Air jangan termasuk mencabut subsidi BBM nelayan kecil yang masih kerap termarjinalkan.
"Subsidi BBM bagi nelayan kecil tidak boleh dicabut," kata Ketua Dewan Pembina KNTI Riza Damanik di Jakarta, Minggu.
Menurut Riza, KNTI mendukung pencabutan subsidi BBM bagi kapal besar penangkap ikan atau berbobot di atas 30 Gross Ton (GT).
Namun, lanjutnya, KNTI tidak akan menyetujui pencabutan subsidi BBM bagi kapal-kapal berbobot di bawah 30 GT yang kerap dipakai oleh kalangan nelayan tradisional.
"Selain nilai subsidinya terbilang kecil dibanding subsidi BBM keseluruhan, sekitar 60-70 persen konsumis ikan domestik adalah tangkapan nelayan kecil," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti memperkirakan kerugian negara dalam bidang penangkapan ikan di perairan Indonesia yang dikenal sebagai kawasan kaya akan sumber daya perikanan, mencapai triliunan rupiah.
"Negara jelas-jelas dirugikan lebih dari Rp11 triliun," kata Susi Pudjiastuti dalam jumpa pers di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta, Jumat (31/10).
Menurut Susi, angka tersebut awalnya diperoleh dari penghitungan jumlah 5.329 kapal besar atau berbobot 30 gross tonnage (GT) lebih yang mengurus perizinan ke KKP.
Dari jumlah ribuan kapal tersebut, diketahui bahwa pemerintah mengeluarkan subsidi untuk industri penangkapan ikan diperkirakan mencapai sekitar Rp11,5 triliun per tahun. Sedangkan pemerintah melalui Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang diperoleh KKP dari kapal-kapal tersebut hanya sekitar Rp300 miliar.
Dengan demikian, menurut dia, angka pendapatan kepada negara tidak sebanding dengan jumlah yang dikeluarkan pemerintah kepada industri penangkapan ikan.