Jakarta (ANTARA News) - Saksi untuk terdakwa Wa Ode Nurhayati dalam kasus suap alokasi Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) atas tiga kabupaten di Aceh yaitu Bener Meriah, Aceh Besar dan Pidie Jaya serta kabupaten Minahasa tahun anggaran 2011 menyatakan bahwa usulan DPR yang disahkan menjadi APBN.
"Simulasi DPID dari pemerintah tidak dipakai, yang dipakai adalah daftar dari badan anggaran, daftar itu yang dijadikan APBN," kata saksi Direktur Dana Perimbangan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Pramudjo pada sidang di pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa.
Dalam kasus tersebut, Wa Ode dianggap menerima uang Rp6 miliar sebagai imbalan membantu daerah-daerah tersebut mendapatkan DPID.
Pramudjo mengungkapkan bahwa ada perbedaan signifikan antara simulasi DPID versi pemerintah dengan keputusan akhir DPID dari Banggar yaitu usulan pemerintah ada 398 daerah kabupaten/kota dengan total anggaran Rp7,7 triliun yang berhak mendapat DPID namun hanya disahkan 297 kabupaten/kota dengan total anggaran yang sama.
"Jadi ada daerah yang sudah sesuai dengan kriteria namun tidak mendapatkan DPID," ungkap Pramudjo.
Kriteria yang ditetapkan oleh pemerintah bersama dengan DPR untuk daerah yang berhak mendapatkan DPID adalah daerah yang kemampuan keuangannya sedang, rendah dan rendah sekali.
Rinciannya, daerah sedang memiliki kemampuan keuangan Rp276-200 miliar mendapat DPID maksimal Rp25 miliar, daerah dengan kategori rendah memiliki kemampuan keuangan Rp200-153,8 miliar mendapat DPID maksimal Rp30 miliar sedangkan daerah kategori rendah sekali karena hanya memiliki kemampuan keuangan kurang dari Rp153,8 miliar mendapatkan alokasi DPID maksimal Rp40 miliar.
Kemenkeu sebagai perwakilan pemerintah juga sudah mengirimkan surat kepada Banggar mengenai perbedaan tersebut.
"Pemerintah melakukan pengecekan berdasarkan kriteria kemampuan keuangan daerah dan daerah yang mengusulkan untuk memperoleh DPID, hasilnya ada 3 provinsi dan 29 kabupaten/kota yang memenuhi kriteria tapi tidak mendapatkan alokasi," jelas Pramudjo.
Pemerintah hanya mempermasalah 32 daerah yang tidak mendapat DPID karena menurut Pramudjo 69 daerah lain tidak mengajukan usulan untuk memperoleh DPID.
Jawaban surat dari Banggar DPR menyebutkan bahwa keputusan tersebut sudah final.
"Surat jawaban dari Banggar DPR mengatakan bahwa keputusan sudah final dan tidak bisa diubah lagi," ungkap Pramudjo.
Atas jawaban tersebut, Pramudjo mengungkapkan bahwa pemerintah akhirnya menerima keputusan Banggar tersebut.
"Memang ada perbedaan pendapat antara pemerintah dengan Banggar mengenai jumlah daerah tapi karena Banggar menjawab alokasi DPID tidak mungkin dikoreksi jadi Menkeu menerima dan menetapkannya menjadi Peraturan Menteri Keuangan," jelas Pramudjo.
Namun dalam sidang tersebut Pramudjo mengaku lupa apakah tiga daerah di Aceh yang terkait dengan kasus Wa Ode masuk dalam daerah yang mendapatkan DPID berdasarkan daftar versi DPR.
"Saya lupa apakah tiga daerah di Aceh tersebut masuk atau tidak, saya juga tidak membawa daftarnya, pemerintah dan DPR juga tidak pernah membicarakan satu per satu nama daerahnya," tambah Pramudjo.
Pada sidang Selasa (14/8), staf bidang rapat sekretariat Banggar DPR, Nando mengungkapkan bahwa dalam proses pembuatan DPID ada kode-kode untuk memudahkan pengecekan kepada anggota Banggar yang memberikan usulan nama daerah.
"Kode P adalah untuk pimpinan Banggar yait P1 untuk Melkias Markus Mekeng, P2 untuk Mirwan Amir, P3 untuk Olly Dondokambey dan P4 untuk Tamsil Linrung," jelas Nando
Kode P tersebut diikuti dengan kode J yaitu jumlah rupiah sebagai usulan alokasi DPID.
Nando juga mengakui bahwa terdapat kode 1-9 lain yang menjelaskan masing-masing fraksi di Banggar yaitu 1 (Partai Demokrat), 2 (Partai Golkar), 3 (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan), 4 (Partai Keadilan Sejahtera), 5 (Partai Amanat Nasional), 6 (Partai Persatuan Pembangunan), 7 (Partai Kebangkitan Bangsa), 8 (Partai Gerindra) dan 9 (Partai Hanura).
Masih ada kode-kode lain seperti warna kuning, biru dan warna lainnya.
Pengusaha Fadh El Fouz yang disebut sebagai penghubung antara pemerintah daerah dengan Wa Ode, mengaku pernah dihubungi oleh orang dari tiga kabupaten di Aceh yang mengatakan bahwa ketiga kabupaten itu diurus oleh anggota Banggar lain.
Mantan Wakil Ketua Banggar Mirwan Amir dari fraksi Demokrat disebut menjadi penghubung kabupaten kabupaten Aceh Besar dan Bener Meriah sedangkan Wakil Banggar Mirwan Amir dari fraksi PKS mengurus kabupaten Pidie Jaya.

