Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Indonesia terus memperkuat program pengembangan desa wisata sebagai strategi untuk meningkatkan ekonomi masyarakat di kawasan pedesaan.
Pengembangan desa wisata mencakup aspek ekonomi, pelestarian budaya, dan lingkungan.
Pemerintah desa melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) memainkan peran krusial dalam mengoptimalkan potensi ini melalui pengelolaan yang profesional dan berkelanjutan. Apalagi kini desa wisata telah menjadi salah satu destinasi yang dicari dan dikunjungi masyarakat untuk mengisi libur, baik hari raya maupun libur anak sekolah.
Menurut Kementerian Pariwisata, terdapat empat klasifikasi dalam desa wisata. Pertama, desa wisata rintisan, yakni desa wisata yang baru mulai beroperasi dan masih dalam tahap pengembangan. Biasanya, desa-desa ini memiliki potensi pariwisata yang besar namun masih terbatas dalam hal fasilitas dan kegiatan.
Kedua, desa wisata berkembang. Pada klasifikasi ini, potensi desa mulai dilirik oleh wisatawan, dan desa telah memiliki pengelolaan yang lebih baik serta kepengurusan yang jelas dan mulai tercipta aktivitas ekonomi.
Ketiga, desa wisata maju, desa telah memiliki sarana prasarana memadai serta berdampak pada peningkatan ekonomi masyarakat.
Dan keempat, desa wisata mandiri, yakni kategori bagi desa-desa wisata yang telah mampu berinovasi serta dapat menarik pengunjung dari lingkup yang lebih luas, termasuk wisatawan internasional.
Merujuk data dari laman Jadesta (Jaringan Desa Wisata) Kemenparekraf, per 10 November 2024 terdapat 6.042 desa wisata yang tersebar di berbagai provinsi. Rinciannya, 4.703 desa wisata rintisan, 992 desa wisata berkembang, 314 desa wisata maju, 33 desa wisata mandiri.
Jumlah desa wisata itu meningkat 28,14 persen dibandingkan tahun 2023 yang sebanyak 4.715 desa wisata. Peningkatan itu sejalan dengan komitmen pemerintah untuk membangun sektor pariwisata berkelanjutan di tingkat desa.
Peningkatan jumlah desa wisata itu diharapkan dapat meningkatkan pendapatan bagi warga desa, mengingat desa wisata sering kali mendorong pembukaan usaha kecil seperti penginapan (homestay), warung makan, penyewaan alat wisata, serta penjualan suvenir lokal yang langsung mendatangkan penghasilan tambahan bagi penduduk desa.
Kehadiran desa wisata, juga menciptakan lapangan kerja baru, terutama di sektor jasa yang memungkinkan warga desa mendapatkan tambahan pendapatan dari pekerjaan yang mungkin tidak ada sebelumnya.
Strategi pengembangan
Pengembangan desa wisata dilakukan dengan beberapa pendekatan, antara lain pemberian pelatihan keterampilan dan manajemen bagi masyarakat, pembangunan infrastruktur dasar seperti akses jalan dan fasilitas umum, serta promosi dan pemasaran berbasis digital.
Melansir data Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes PDT), sebanyak 6.584 BUMDes telah terlibat dalam pengelolaan desa wisata.
Di samping itu, Kemendes PDT juga telah mengarahkan pemanfaatan dana desa untuk mendukung pembangunan fasilitas pariwisata, seperti penginapan, pusat informasi wisata, dan area publik. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan daya tarik wisatawan dan memberi pengalaman yang lebih nyaman bagi pengunjung.
Pemerintah berharap dengan adanya dukungan dari dana desa, pembangunan desa wisata dapat lebih cepat dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat.
Di sisi lain, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif juga telah menyerahkan bantuan Dukungan Pengembangan Usaha Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (DPUP) bagi 24 desa wisata yang berasal dari 12 provinsi di Indonesia sebagai bentuk keberpihakan pemerintah dalam menjadikan desa wisata semakin berkualitas.
Setiap desa wisata menerima bantuan rata-rata senilai Rp120 juta yang dilengkapi dengan program penguatan pengelolaan bisnis melalui literasi keuangan dan bisnis.
Direktur Akses Pembiayaan Kemenparekraf/Baparekraf, Anggara Hayun Anujuprana mengatakan DPUP ini akan menjadi dorongan bagi pengelola desa wisata untuk lebih mengembangkan potensi daya tarik wisata yang ada dan meningkatkan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) berbasis parekraf yang melibatkan masyarakat.
Contoh sukses desa wisata
Beberapa desa wisata di Indonesia telah berhasil meraih kesuksesan dan menjadi model bagi desa-desa lain yang sedang berkembang. Salah satunya adalah Desa Nglanggeran di Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta.
Desa ini dikenal dengan Gunung Api Purba Nglanggeran dan menjadi salah satu destinasi wisata unggulan di Yogyakarta. Melalui pengelolaan yang baik, masyarakat Desa Nglanggeran berhasil membangun homestay, restoran, dan pusat oleh-oleh, yang menjadi sumber pendapatan baru bagi penduduk lokal.
Desa Nglanggeran juga dikategorikan sebagai desa devisa. Pasalnya, daerah tersebut memiliki komoditas unggulan untuk diekspor, yaitu kakao yang merupakan bahan dasar cokelat. Karenanya, Desa Nglanggeran juga kerap disebut sebagai Desa Kakao.
Keberhasilan Desa Nglanggeran dalam mengembangkan pariwisata berbasis komunitas juga telah mendapat pengakuan internasional, dengan beberapa penghargaan di bidang pariwisata salah satunya dari United Nations World Trade Organization (UNWTO) sebagai desa terbaik sedunia.
Pembentukan desa wisata ini melalui proses yang cukup panjang yaitu saat tahun 1999 masih terlilit kemiskinan menjadi sebuah desa mandiri di tahun 2014.
Cikal bakal berdirinya desa wisata ini bermula dari kegiatan Karang Taruna Bukit Putra Mandiri pada tahun 1999 yang melakukan upaya konservasi dan kemudian dikenal luas sehingga mulai merintis kegiatan pariwisata konservasi.
Pengelolaan dengan modal swadaya itu mendapat izin dari kepala desa yang kemudian pada tahun 2007 diubah menjadi badan pengelolaan desa wisata. Pengelolaan kemudian dilakukan oleh Pokdarwis sehingga mulai mendapat dana stimulan PNPM Mandiri pariwisata selama 3 tahun berturut-turut dari 2011 sampai 2013.
Desa ini mampu menjadi Desa Mandiri pada tahun 2014 dengan adanya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan perubahan sosial masyarakat dari agraris ke arah jasa pariwisata.
Contoh lain adalah Desa Penglipuran di Bali, yang terkenal dengan kebersihannya dan tata ruang desa yang asri. Desa yang mendapatkan penghargaan dari UNESCO itu berhasil meraup pendapatan hingga Rp25,8 miliar dari tiket kunjungan pada 2023.
Desa ini menarik wisatawan lokal dan mancanegara, yang berdampak pada peningkatan ekonomi masyarakat melalui penjualan produk kerajinan tangan dan makanan tradisional Bali.
Dengan semakin besarnya perhatian pemerintah dan masyarakat terhadap desa wisata, masa depan desa wisata di Indonesia tampak cerah. Pemerintah percaya desa wisata memiliki potensi yang luar biasa untuk memberdayakan masyarakat lokal dan mendukung ekonomi desa.
Melalui dukungan yang berkelanjutan dari pemerintah, BUMDes, dan partisipasi masyarakat lokal, desa wisata dapat berkembang sebagai sumber pendapatan yang berdampak pada peningkatan kualitas hidup masyarakat pedesaan.
Dengan segala potensinya, desa wisata diharapkan dapat menjadi pilar penting dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan di Indonesia, mengukuhkan posisi Indonesia sebagai salah satu tujuan wisata dunia, sekaligus menjaga dan melestarikan keunikan budaya serta keindahan alamnya.