Kendari (ANTARA) - Sebanyak 200 anak yatim piatu ikuti tradisi "Pakandeana Ana-ana Maelu" atau menyantuni anak yatim piatu sebagai tradisi adat budaya Kesultanan Buton setiap tanggal 10 Muharam. Dan 10 Muharam 1445 Hijriah tahun ini tepat pada hari Jumat 28 Juli 2023.
Salah satu warga Kelurahan Kadolomoko Kecamatan Kokalukuna Baubau, La Ode Muh. Kariu, Jumat, mengatakan terhitung sudah 40 kali ritual tersebut dilakukan. Kali ini 200 anak yatim piatu usia balita hingga 13 tahun terdaftar dalam agenda tahunannya.
"Kegiatan ini merupakan tradisi mulia untuk memotivasi kita agar mengingat anak yatim piatu, karena kita ketahui anak yatim piatu adalah anak yang telah ditinggalkan orang tuanya, dan kewajiban kita umat Islam memperhatikan anak yatim piatu," tuturnya.
Lakina Agama Mesjid Agung Kesultanan Buton itu mengatakan tradisi yang dijalankan turun temurun sejak tahun 1980 an tersebut dimulai dengan memandikan anak yatim.
Air yang digunakan untuk memandikan anak yatim di pagi hari itu disebut air Asyura merupakan rendaman bunga cempaka putih, kamba lagi, kamba mpu dan kamba manuru, dibungkus kain putih dan direndam tengah malam tepat 10 Muharram.
Setelahnya dilanjutkan dengan mengusap ubun-ubun anak yatim piatu sebanyak tiga kali menggunakan minyak gowa. Minyak gowa tersebut berasal dari campuran minyak zaitun dan parutan jeruk purut.
Terdapat tiga kali usapan penuh makna, usapan pertama isyarat memohon kepada Allah umur yang berkah, selanjutnya memohon rezeki yang halal serta memohon iman yang kokoh dalam Islam.
Setelah mengusap rambut dengan lemah lembut dilanjutkan memberi makan para anak yatim piatu secara bergantian dengan cara disuapi sehingga para anak yatim merasa masih memiliki orang tua utuh.
Tahapan selanjutnya, anak-anak tersebut akan didoakan agar dilimpahkan umur panjang, rezeki halal, ditetapkan iman dan Islam dalam diri serta menjadi anak terbaik dan berguna di masa mendatang.*