Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan adanya istilah "dana partisipasi" dalam kasus dugaan suap terkait pemeriksaan laporan keuangan pada Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Pemprov Sulsel Tahun Anggaran 2020.
"Dalam proses pemeriksaan (laporan keuangan) ini, ER selaku Sekretaris Dinas PUTR aktif melakukan koordinasi dengan GG yang dianggap berpengalaman dalam pengkondisian temuan 'item' pemeriksaan termasuk teknis penyerahan uang untuk tim pemeriksa," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat membacakan konstruksi perkara kasus tersebut di Gedung KPK, Jakarta, Kamis.
KPK menetapkan lima tersangka, sebagai pemberi ialah mantan Sekretaris Dinas PUTR Provinsi Sulsel Edy Rahmat (ER).
Sementara pihak penerima, yakni Kepala Perwakilan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Sulawesi Tenggara/mantan Kasub Auditorat Sulsel I BPK Perwakilan Provinsi Sulsel Andy Sonny (AS), pemeriksa pada BPK Perwakilan Provinsi Sulsel Yohanes Binur Haryanto Manik (YBHM).
Berikutnya, mantan pemeriksa pertama BPK Perwakilan Provinsi Sulsel/Kasubbag Humas dan Tata Usaha BPK Perwakilan Provinsi Sulsel Wahid Ikhsan Wahyudin (WIW), dan pemeriksa pada perwakilan BPK Provinsi Sulsel/staf humas dan tata usaha Kepala Perwakilan BPK Provinsi Sulsel Gilang Gumilar (GG).
"GG kemudian menyampaikan keinginannya ER tersebut pada YBHM dan selanjutnya YBHM diduga bersedia memenuhi keinginan ER dengan adanya kesepakatan pemberian sejumlah uang dengan istilah "dana partisipasi", ungkap Alex.
Ia menjelaskan pada 2020, BPK Perwakilan Provinsi Sulsel memiliki agenda salah satunya melakukan pemeriksaan laporan keuangan Pemprov Sulsel untuk tahun anggaran 2020.
Selanjutnya, BPK Perwakilan Provinsi Sulsel membentuk tim pemeriksa dan salah satunya beranggotakan YBHM dengan tugas memeriksa laporan keuangan Pemprov Sulsel tersebut.
"Salah satu entitas yang menjadi obyek pemeriksaan, yaitu Dinas PUTR Pemprov Sulsel," ucap Alex.
Sebelum proses pemeriksaan, KPK menduga YBHM aktif menjalin komunikasi dengan AS, WIW, dan GG yang pernah menjadi tim pemeriksa untuk laporan keuangan Pemprov Sulsel tahun 2019, di antaranya terkait cara memanipulasi temuan jenis-jenis pemeriksaan.
"Untuk laporan keuangan Pemprov Sulsel tahun 2019 diduga juga dikondisikan oleh AS, WIW, dan GG dengan meminta sejumlah uang," kata Alex.
Adapun jenis temuan dari YBHM antara lain adanya beberapa proyek pekerjaan yang nilai pagu anggarannya diduga di-"mark up" dan hasil pekerjaan juga diduga tidak sesuai dengan kontrak.
"Atas temuan ini, ER kemudian berinisiatif agar hasil temuan dari tim pemeriksa dapat direkayasa sedemikian rupa di antaranya untuk tidak dilakukan pemeriksaan pada beberapa 'item' pekerjaan, nilai temuan menjadi kecil hingga menyatakan hasil temuan menjadi tidak ada," ujar Alex.
Untuk memenuhi permintaan YBHM, KPK menduga ER sempat meminta saran kepada WIW dan GG terkait sumber uang dan masukan dari WIW dan GG, yaitu dapat dimintakan dari para kontraktor yang menjadi pemenang proyek di tahun anggaran 2020.
"Diduga besaran 'dana partisipasi' yang dimintakan 1 persen dari nilai proyek dan dari keseluruhan 'dana partisipasi' yang terkumpul nantinya ER akan mendapatkan 10 persen," ungkap Alex.
Adapun uang yang diduga diterima secara bertahap oleh YBHM, WIW, dan GG dengan keseluruhan sekitar Rp2,8 miliar dan AS turut diduga mendapatkan bagian Rp100 juta yang digunakan untuk mengurus kenaikan jabatan menjadi kepala BPK perwakilan.
"Sedangkan ER juga mendapatkan jatah sejumlah sekitar Rp324 juta dan KPK juga masih akan melakukan pendalaman terkait dugaan aliran uang dalam pengurusan laporan keuangan Pemprov Sulsel ini," ucap dia.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: KPK ungkap istilah "dana partisipasi" dalam kasus Dinas PUTR Sulsel